Kamis, 14 Februari 2013


Shalat Dalam Islam
            Allah Ta’ala berfirman: {Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman}.[1]
Ayat di atas adalah ayat 103 surat An Nisaa’, yaitu surat Madaniyyah, dan jumlah ayat-ayatnya adalah 176 ayat setelah basmalah dan merupakan surat keempat terpanjang setelah Al Baqarah, Al A’raaf, dan Ali Imran.
Dinamai dengan An Nisaa’ (Perempuan) karena  surat ini banyak menyampaikan ketetapan-ketetapan hukum yang berkaitan dengan kaum perempuan.
            Pusaran utama surat An Nisaa’ adalah sekitar persoalan-persoalan ketetapan hukum bagi perempuan, keluarga, rumah tangga, masyarakat, negara, dan persoalan-persoalan peribadatan dan jihad di jalan Allah. Surat ini juga mengingatkan tentang perlunya pendidikan individu muslim demi menegakkan masyarakat Islam dan pembersihannya dari sisa-sisa kehidupan Jahiliah lama dan Jahiliah baru. Demikian pula surat ini menegaskan ketauhidan Allah sang pencipta, kesatuan risalah langit, dan persaudaraan antar para nabi dan antar manusia semuanya yang nasab mereka berakhir ke satu bapak yaitu Adam a.s. dan satu ibu yaitu Hawa a.s. Dengan demikian maka setiap manusia berkaitan dengan tali darah yang merupakan tali suci di sisi Allah Ta’ala.
            Di antara mu’jizat tasyri’i Al Qur’an Al Karim dalam kaitannya dengan fardhu shalat:
“Shalat” dalam Al Qur’an Al Karim dalam segala bentuk tata katanya disebutkan dalam 99 ayat di antaranya 67 ayat dalam kata “shalat”. Shalat adalah tiang agama sesuai dengan sabda Rasulullah s.a.w.: (Shalat adalah tiang agama, barangsiapa menegakkannya maka dia mendirikan agama dan barangsiapa meninggalkannya maka dia meruntuhnya).[2] Shalat adalah yang pertama diwajibkan oleh Allah Ta’ala pada umat Muhammad s.a.w. dari peribadatan yang lain. Allah Ta’ala mewajibkannya dengan menyampaikannya kepada Rasul-Nya pada malam mi’raj tanpa perantara, sementara perintah-perintah Allah Ta’ala tentang peribadatan-peribadatan yang lain dbawa oleh malaikat Jibril a.s. kepada Rasulullah s.a.w. sang penutup para nabi dan rasul.
Karena pentingnya shalat maka Rasulullah s.a.w. bersabda: (Yang pertama dihisab atas seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat, jika baik shalatnya maka baik pulalah seluruh amal perbuatannya, dan jika rusak shalatnya maka rusak pulalah seluruh amal perbuatannya).[3]
Sabda Rasulullah s.a.w.: (Antara seorang laki-lak dan kekafiran adalah meninggalkan shalat).[4]
Dan sabdanya: (Perbedaan antara kita dan mereka adalah shalat, dan barangsiapa yang meninggalkannya maka dia kafir).[5]

Pertama: Mu’jizat waktu-waktu shalat:
            Penentuan waktu-waktu shalat dalam Islam merupakan sebagian dari mu’jizat karena keterkaitannya dengan fenomena alam semesta yang ditetapkan oleh Rasulullah s.a.w. dengan sabdanya: (Waktu Zuhur adalah jika matahari telah tergelincir dan bayangan seorang manusia sama panjangnya dengan dirinya sampai sebelum tiba waktu Ashar, waktu Ashar adalah sampai sebelum menguning matahari, waktu maghrib adalah sampai sebelum hilang tanda merah, waktu isya sampai pertengahan malam, dan waktu subuh mulai dari terbit fajar sampai sebelum terbit matahari, maka jika matahari terbit tahanlah shalatmu, karena matahari itu terbit di antara dua tanduk setan).[6] 
          Dari Jabir bin Abdullah bahwa: (Malaikat Jibril a.s. datang kepada Nabi s.a.w. lalu berkata: Marilah shalat, lalu dia (Nabi) shalat Zuhur ketika matahari telah tergelincir, kemudian malaikat Jibril a.s. datang kepadanya di waktu Ashar lalu berkata: Marilah shalat, lalu dia shalat Ashar ketika bayangan tiap-tiap sesuatu jadi sama panjangnya dengan dirinya, kemudian malaikat Jibril a.s. datang kepadanya di waktu Maghrib lalu berkata: Marilah shalat, lalu dia shalat Maghrib ketika matahari telah terbenam, kemudian malaikat Jibril a.s. datang kepadanya di waktu Isya lalu berkata: Marilah shalat, lalu dia shalat Isya ketika telah hilang tanda merah di tempat matahari terbenam, kemudian malaikat Jibril a.s. datang kepadanya di waktu Subuh lalu berkata: Marilah shalat, lalu dia shalat Subuh ketika fajar telah terbit, kemudian malaikat Jibril a.s. datang kepadanya esok harinya lalu berkata: Marilah shalat, lalu dia shalat Zuhur ketika bayangan tiap-tiap sesuatu jadi sama panjangnya dengan dirinya, kemudian malaikat Jibril a.s. datang kepadanya di waktu Ashar lalu berkata: Marilah shalat, lalu dia shalat Ashar ketika bayangan tiap-tiap sesuatu dua kali panjang dengan dirinya, kemudian malaikat Jibril a.s. datang kepadanya di waktu Maghrib di waktu yang sama dengan kemarin, kemudian malaikat Jibril a.s. datang di waktu Isya setelah tengah malam atau dikatakan: Sepertiga malam, lalu dia shalat Isya, kemudian malaikat Jibril a.s. datang kepadanya di waktu sebelum fajar terbit lalu berkata: Marilah shalat, lalu dia shalat Subuh, kemudian dia (Nabi) bersabda: Antara dua waktu itulah waktu tiap-tiap shalat).[7] 
            Dari dua hadis di atas dapat dipahami sebagai berikut:
1-      Waktu shalat Maghrib masuk mulai dari terbenamnya matahari sampai hilangnya tanda merah.
2-      Waktu shalat Isya masuk mulai dari hilangnya tanda merah sampai pertengahan malam. Itu adalah waktu pilihan. Sedangkan waktu yang diperbolehkan adalah sampai fajar.
3-      Waktu shalat Subuh masuk mulai dari terbtnya fajar yang benar sampai sebelum terbitnya matahari.
4-      Waktu shalat Zuhur masuk mulai dari tergelincirnya matahari sampai bayangan tiap-tiap sesuatu menjadi dua kali panjang dibandingkan dengan dirinya.
5-      Waktu shalat Ashar masuk mulai dari bayangan tiap-tiap sesuatu menjadi dua kali panjang dibandingkan dengan dirinya sampai sebelum terbenam matahari.
Demikianlah salah satu sisi dari mu’jizat tasyri’i Al Qur’an Al Karim dalam kaitannya dengan fardhu shalat yang diperintahkan Allah Ta’ala secara langsung kepada Muhammad s.a.w. sang penutup para nabi dan rasul pada malam mi’raj. Lebih dari itu bahwa waktu-waktu shalat yang dibawa oleh malaikat Jibril a.s. dengan perintah dari Allah Ta’ala dan keterkaitannya dengan tanda-tanda tertentu tata surya tentulah meneguhkan kerabubiahan penentuan waktu-waktu shalat tersebut.

Di antara mu’jizat Al Qur’an Al Karim dalam kaitannya dengan shalat:
1-      Shalat merupakan ketetapan ilahi dimana Allah Ta’ala memerintahkannya secara langsung kepada Nabi-Nya pada malam mi’raj.
2-      Jumlahnya, waktunya, tata caranya, ucapannya, gerakannya, dan persyaratannya terpelihara dengan baik selama lebih dari seribu empat ratus tahun tanpa sedikitpun perubahan, sebagaimana diperlihatkan oleh Rasulullah s.a.w., kemudian oleh para sahabat, kemudian oleh para tabi’in, kemudian oleh para tabi’ tabi’in sehingga sekarang dan sampai waktu yang Allah kehendaki tanpa perubahan.
3-      Tidak ada perantaraan antara seorang hamba dan Tuhannya, dimana seorang hamba dalam shalatnya berdiri khusyu’ kehadirat-Nya, yang menciptakannya lalu menyempurnakannya, yang melindunginya dan memberinya rezeki, dan menghadap dengan hati nuraninya kepada sang pencipta langit dan bumi, yang dari cahaya-Nya berpancar hidayah-Nya, dan dari rahmat-Nya datang perlindungan-Nya dan dari nikmat-nikmat-Nya datang kemuliaan dan rezeki.
4-      Shalat merupakan ekspresi tentang ubudiah sejati kepadia Allah Ta’ala dan merupakan risalah pertama umat manusia dalam kehidupan dunia yang tidak mungkin bagi seorang manusia untuk menikmati hidup di dalamnya atau mencapai tujuan dari keberadaannya di muka bumi kecuali jika dia yakin bahwa dia adalah seorang hamba bagi sang Pencipta Yang Mahaagung, Yang Mahaesa, tiada sesuatu yang mempersekutukan-Nya dalam kerajaan-Nya, tiada sesuatu yang menandingi-Nya dalam kekuasaan-Nya, tiada yang menyerupai-Nya dari ciptaan-Nya, terbebas dari ruang waktu dan tepat, materi dan energi, sebagaimana firman-Nya: {Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Mahamendengar dan Mahamelihat}.[8]
5-      Shalat merupakan hubungan antara seorang hamba dan Tuhannya, dan merupakan peneguhan bagi seorang hamba yang beriman bahwa Allah Ta’ala selalu menyertainya. Jika seorang hamba percaya bahwa Allah Ta’ala selalu menyertainya, niscaya sempurnalah alasan-alasan penghormatan yang Allah berikan kepadanya, maka dia tidak akan menundukkan diri selain kepada Tuhannya karena Dia-lah Yang Mahamemberi kenikmatan, kebaikan, dan rezeki. Dan jika seorang hamba yakin dari semua itu maka pastilah dia tidak akan kecut, tidak akan kikir, dan tidak akan takut kecuali kepada Allah Ta’ala.
6-      Shalat membuat seorang hamba untuk selalu bertubuh bersih dan berhati suci, dan untuk saling mengenal anggota masyarakat, saling sayang menyayangi, saling kasih mengasihi, dan saling tolong menolong dalam keibaikan.
7-      Shalat itu memadukan rukun Islam yang lima, di dalamnya terdapat syahadatain (dua kalimat syahadat) yaitu shalat, di dalamnya terdapat zakat dimana seorang yang sedang shalat menginfakkan sebagian dari umurnya, sebagaimana zakat harta adalah pembersihan bagi seorang hamba, maka shalat adalah zakat umur yang juga pembersihan baginya. Shalat adalah puasa karena seorang yang sedang shalat dilarang untuk minum, makan, syahwat, dan seluruh persoalan duniawi, dan shalat adalah haji karena seorang yang sedang shalat menghadap kearah Ka’bah dan memenuhi perintah-Nya untuk menegakkan shalat semata-mata untuk Allah Ta’ala. Semua itu mencerminkan makna ketauhidan kepada Allah Ta’ala dan ubudiah kepada-Nya, dan shalat merupakan risalah pertama umat manusia dalam kehidupan dunia. Oleh karena itu Rasulullah s.a.w. bersabda: (Shalat lima waktu dan dari Jum’at ke Jum’at adalah penghapus dosa-dosa jika meninggalkan dosa besar).[9]
8-      Shalat itu termasuk di antara media pengaturan waktu umat Islam dan penertiban kehidupan mereka mulai dari waktu bangun dan aktifitas kerja sehari-hari ke waktu istirahat, tidur dan senggang, sampai waktu beribadah dan bermunajat kepada Allah Ta’ala. Abdullah bin Mas’ud r.a. meriwayatkan bahwa dia berkata: (Aku bertanya kepada Rasulullah s.a.w.: Pekerjaan apakah yang paling baik? Rasulullah s.a.w. menjawab: Shalat pada waktunya).[10]        
9-      Shalat adalah termasuk di antara media yang paling baik bagi pengolahan jiwa karena shalat itu merasakan kebutuhan seorang manusia kepada Tuhannya dan meneguhkannya bahwa Allah itu Mahamelihat atas amal-amal perbuatannya, ucapan-ucapannya dan perilaku-perilakunya, maka seorang yang sedang shalat niscaya mengakui dosa-dosanya kepada Tuhannya, menyatakan taubatnya kepada-Nya dari dosa-dosanya, memohon ampunan dari kesalahan-kesalahan yang telah diperbuatnya, dan mengharapkan agar amal-amal kebaikannya dikabulkan-Nya.
10-  Shalat yang dilakukan oleh umat Islam sekarang sesungguhnya telah diwajibkan atas nabi-nabi Allah dan rasul-rasul-Nya sebelum Nabi Muhammad s.a.w. diutus, yang pada gilirannya meneguhkan kesatuan risalah langit yang muncul dari ketauhidan kepada Allah Ta’ala. Sebagaimana Allah itu satu maka hidayah-Nya kepada umat manusiapun harus satu dalam akidah, peribadatan, akhlak, dan mu’amalat. Dan shalat sebagaimana telah difardhukan Allah Ta’ala kepada Nabi Muhammad s.a.w. maka seperti itu pulalah Allah memfardhukannya kepada seluruh nabi dan rasul terdahulu. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman kepada hamba-Nya dan nabi-Nya Musa a.s.: {Dan aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku}.[11]Allah Ta’ala berfirman atas lisan Ibrahim a.s.: {Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur}.[12]Allah Ta’ala berfirman atas lisan Al Masih Isa putera Maryam a.s.: {Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup}.[13]Kemudian Allah Ta’ala menyebutkan sebagian besar dari nabi-nabi-Nya lalu Dia meneguhkan fardhu shalat pada mereka dalam firman-Nya: {Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan ia menyuruh ahlinya untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya. Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka kisah Idris (yang tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan}.[14]


[1] Surat An Nisaa’: 103
[2] Hadis riwayat Bukhari.
[3] Hadis riwayat Tabrani.
[4] Hadis riwayat lima imam hadis.
[5] Hadis mutafiqun alaihi.
[6] Hadis riwayat Muslim.
[7] Hadis majma’un alaihi.
[8] Surat Asy Syuura: 11
[9] Hadis riwayat Muslim.
[10] Hadis riwayat Muslim.
[11] Surat Taahaa: 13-14
[12] Surat Ibrahim: 37
[13] Surat Maryam: 31
[14] Surat Maryam: 54-59

Tidak ada komentar:

Posting Komentar