Kamis, 14 Februari 2013

Puasa Ramadhan Dalam Islam - 3
{Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu}.[1]
Allah Ta’ala berfirman: {(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur}.[2]
            Dari ayat di atas dapatlah kita pahami sebagai berikut:
Pertama: Allah Ta’ala memuliakan bulan Ramadhan dengan memilihnya di antara dua belas bulan Qamariah dalam satu tahun demi menurunkan hidayah-Nya kepada umat manusia yaitu Al Qur’an Al Karim. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman: {(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)}.[3]
Ibnu Abbas r.a. menyebutkan bahwa Al Qur’an Al Karim itu diturunkan sekaligus seluruhnya dari Lauhulmahfuz ke Baitul’izzah dari langit dunia. Kejadian itu pada malam Lailatulqadr dari bulan Ramadhan, kemudian diturunkan setelah itu secara sepenggal-sepenggal kepada Rasulullah s.a.w. sesuai dengan kejadian-kejadian selama 23 tahun. Permulaan turunnya wahyu adalah pada siang hari Senin bulan Ramadhan tahun pengutusan Nabi Muhammad s.a.w.
Tentang hal itu Allah Ta’ala berfirman: {Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar}.[4]
Allah Ta’ala berfirman: {Haa miim. Demi kitab (Al Quran) yang menjelaskan, sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah yang mengutus rasul-rasul, sebagai rahmat dari Tuhanmu. Sesungguhnya Dialah Yang Mahamendengar lagi Mahamengetahui}.[5]
Yang dimaksud dengan urusan-urusan di sini ialah segala perkara yang berhubungan dengan kehidupan makhluk seperti: hidup, mati, rezki, untung baik, untung buruk, dan sebagainya.
Kedua: Jika puasa bulan Ramadhan telah diwajibkan oleh Allah Ta’ala atas setiap muslim, baligh, berakal, sehat, dan bermukim, sebagai bentuk keagungan kepada bulan suci tersebut yang di dalamnya Allah Ta’ala pilih untuk menurunkan Al Qur’an Al Karim, maka hadis-hadis Rasulullah s.a.w. meneguhkan bahwa seluruh kitab-kitab samawi diturunkan di bulan Ramadhan.
Dari Wa’il bin Al Asqa’ bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda: (Shuhuf Ibrahim diturunkan pada awal malam pertama dari Ramadhan, dan Taurat diturunkan pada hari keenam dari Ramadhan, dan Injil diturunkan pada hari ketigabelas dari Ramadhan, dan Zabur diturunkan pada hari kedelapanbelas dari Ramadhan, dan Al Qur’an diturunkan pada hari kedua puluh empat dari Ramadhan).[6]
Ketiga: Diturunkannya seluruh kitab suci samawi di bulan Ramadhan meneguhkan kemuliaan bulan suci tersebut di sisi Allah Ta’ala yang tidak dapat ditandingi oleh bulan-bulan lain, dan juga meneguhkan perlunya penggunaan kalender Qamariah (kalender lunar), karena bulan adalah benda langit yang paling dekat dari bumi, dan gerakannya lebih jelas bagi penduduk bumi ketimbang gerakan benda langit yang lain. Lebih dari itu peredaran bulan mengitari bumi adalah peredaran fitrah, tidak ada campur tangan manusia di dalamnya. Artinya bahwa perbedaan waktu pada kalender Qamariah ditentukan secara otomatis oleh penampakan bulan sabit pada awal tiap-tiap bulan Qamariah. Adapun penentuan waktu pada kalender Syamsiah (kalender Masehi) ditentukan secara acak oleh manusia.   
Rata-rata jangka waktu dalam satu bulan Qamariah adalah 29 har+12 jam+44 menit+2.8 detik.
Penentuan awal bulan Qamariah ditandai dengan penampakan bulan sabit pertama kali setelah bulan baru. Satu bulan Qamariaih dimulai dari terbenamnya bulan sabit setelah terbenamnya matahari ke terbenamnya bulan sabit sekali lagi di bawah kondisi yang sama.
Berbeda dengan pembagian hari dalam kalender Qamariah yang berkisar antara 29 hari atau 30 hari dan ditentukan oleh penampakan bulan, pembagian hari pada kalender Syamsiah ditentukan oleh manusia yang menjadikannya 4 bulan di antaranya berjumlah 30 hari, 7 bulan berjumlah 31 hari, dan 1 bulan berjumlah 28 hari atau 29 hari pada tahun Kabisat. Maka kalender Syamsiah tidak luput dari kesalahan.
 Penentuan hari pada kalender Qamariah dimulai pada malam yang diikuti dengan siang sedang malam dimulai setelah terbenamnya matahari dan berakhir pada waktu terbitnya fajar hakiki ketika siang dimulai dan berakhir dengan terbenamnya matahari.
            Adapun penentuan hari pada kalender Syamsiah dimulai pada tengah malam yaitu pada pukul 00.00 sampai tengah malam berikutnya, maka siang terletak di antara dua malam. Dengan demikian siang mendahului malam. Ini bertentangan dengan hakikat alam semesta.
            Kalender Qamariah terdiri dari 12 bulan Qamariah yang bilangan harinya adalah 354 hari+8 jam+48 menit+33.6 detik. Oleh karena itu bilangan hari pada kalender Qamariah berkisar antara 354 hari atau 355 hari dan satu hari yang lebih itu ditampung oleh salah bulan Qamariah dalam kalender Qamariah sesuai dengan peredaran bulan mengitari bumi tanpa campurtangan manusia.
Sedangkan kalender Syamsiah adalah waktu peredaran bumi mengitari matahari yang ditempuh selama 12 bulan Syamsiah dalam waktu rata-rata 365 hari+5 jam+48 menit+46 detik, yaitu antara 365 hari atau 366 hari pada tahun Kabisah. Dan satu hari yang lebih ditambahkan ke dalam hari-hari bulan Februari agar menjadi 29 hari.
Demikianlah maka penyebutan kalender Qamariah dalam Al Qur’an Al Karim merupakan salah satu sisi dari mu’jizatnya.
Keempat: Penggambaran Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil), meneguhkan bahwa sesungguhnya Al Qur’an itu adalah potret satu-satunya dari firman Allah Ta’ala, yang terpelihara dengan baik di tengah-tengah umat manusia sampai sekarang, dan dipelihara oleh Allah Ta’ala dalam bahasa yang sama yaitu bahasa Arab dengan naskah yang sama ketika diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. Oleh karena itu Al Qur’an Al Karim tetap menjadi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepadanya, mempercayainya, dan pembeda antara yang hak dan yang bathil.
Kelima: Firman Allah Ta’ala: {(Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu},[7] menunjukkan diwajibkannya atas setiap orang muslim yang melihat hilal bulan Ramadhan agar berpuasa.
Yang dimaksud dengan “hadir di negeri tempat tinggalnya di bulan itu” adalah seorang muslim hadir di negeri tempat tinggalnya di permulaan bulan itu, atau melihat hilal Ramadhan atau meneguhkan masuknya bulan Ramadhan dengan salah satu media yang benar seperti perhitungan falaki atau mengetahui masuknya bulan Ramadhan dari sumber yang dipercaya.
Firman Allah Ta’ala: {(Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu},[8] ditujukan kepada seluruh kaum muslimin yang baligh, berakal, sehat dan bermukim untuk menjalankan puasa, dan itu bukan berarti masing-masing dari mereka dituntut untuk melihat hilal karena yang demikian itu adalah sesuatu yang mustahil.
Oleh karena itu makna yang dimaksud dari firman Allah Ta’ala: {(Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu},[9] adalah barangsiapa yang mengetahui masuknya bulan Ramadhan dan melihat hilalnya dengan mata kepala sendiri atau dengan perhitungan falaki melalui para ahlinya atau dengan kedua-duanya, maka diwajibkan atasnya berpuasa jika dia seorang muslim yang baligh, berakal, sehat, dan bermukim.
Pemahaman di atas diteguhkan oleh pendapat Ibnu Umar r.a. bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda: (Jika kamu melihatnya maka hendaknya kamu berpuasa, dan jika kamu melihatnya maka hendaknya kamu berbuka, dan jika ada keraguan atas kamu maka hendaknya kamu menghitungnya).[10]
Sabda Rasulullah s.a.w. sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Umar r.a.: (Sesungguhnya kami adalah umat yang buta huruf, kami tidak menulis dan tidak pula menghisab (menghitung))[11] bukan berarti umat Islam tidak menghitung tetapi hal itu demi kemudahan bagi mereka.
Hal itu diteguhkan oleh Rasulullah s.a.w. dengan bersabda: (Janganlah kamu berpuasa sehingga kamu melihat hilal, dan janganlah kamu berbuka sehingga kamu melihatnya, dan jika ada keraguan atas kamu maka hendaknya kamu menghitungnya),[12] yaitu perhitungan yang bersandarkan pada dasar-dasar ilmiah yang mengantarkan kepada penglihatan hilal Ramadhan setelah terbenamnya matahari pada hari ke-29 dari bulan Sya’ban, dan hilal Syawal setelah terbenamnya matahari pada hari ke-29 dari bulan Ramadhan dengan menggunakan ragam perhitungan falaki yang moderen.     
    


[1] Surat Al Baqarah: 185
[2] Surat Al Baqarah: 185

[3] Surat Al Baqarah: 185
[4] Surat Al Qadr: 1-5
[5] Surat Ad Dukhan: 1-6
[6] Hadis riwayat Tabrani dan Ahmad.
[7] Surat Al Baqarah: 185

[8] Surat Al Baqarah: 185
[9] Surat Al Baqarah: 185
[10] Hadis riwayat Bukhari
[11] Hadis riwayat Bukhari

[12] Hadis riwayat Bukhari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar