Kamis, 14 Februari 2013

Perempuan Musyrik
            Allah Ta’ala berfirman: {Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran}.[1]
Ayat di atas adalah ayat 221 surat Al Baqarah, yang merupakan golongan surat-surat Madaniyyah. Surat ini terdiri dari 286 ayat setelah basmalah dan merupakan surat terpanjang dalam Al Qur’an Al Karim.
Dinamai Al Baqarah (Sapi Betina) karena di dalamnya ada isyarat kepada mu’jizat inderawi yang diberikan oleh Allah Ta’ala pada hamba-Nya dan nabi-Nya Musa putera Imran a.s. tatkala seseorang dari kaumnya mati dibunuh sedang pembunuhnya belum diketahui, maka Allah Ta’ala mewahyukan kepada hamba-Nya Musa a.s. agar dia memerintahkan kaumnya untuk menyembelih seekor sapi betina dan memukul tubuh orang yang terbunuh itu dengan potongan dari sapi betina yang disembelih itu, niscaya dia akan hidup dengan izin Allah lalu dia memberitahu siapa pembunuhnya kemudian setelah itu mati. Hal itu sebagai bentuk pembenaran kepada kemahakuasaan Allah Ta’ala akan segala sesuatu, penegakan keadilan, dan kesaksian bahwa Allah Ta’ala Mahakuasa untuk menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati pada hari pembangkitan.
Pusaran utama surat Al Baqarah berbicara tentang persoalan ketetapan hukum Islam, ibadah, akhlak dan mu’amalat, dan bercerita tentang pilar-pilar akidah Islam, tentang sifat-sifat orang-orang yang beriman, orang-orang yang kafir, musyrikin, dan munafikin, tentang kisah penciptaan Adam dan Hawa, tentang kisah-kisah sebagian dari nabi-nabi dan rasul-rasul, juga bercerita secara lebih rinci tentang sikap ahli Kitab yang berakhir dengan peneguhan kepada hakikat beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya, dan dengan doa kepada Allah Ta’ala yang menggetarkan hati, akal dan jiwa.
Dalam artikel ini kita fokus pada mu’jizat pengharaman perkawinan kaum laki-laki muslim dari kaum perempuan musyrik dan pengharaman perkawinan kaum perempuan muslimat dari kaum laki-laki musyrik sebagaimana ditentukan dalam ayat tersebut di atas.
Di antara sisi-sisi mu’jizat dalam firman Allah Ta’ala: {Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran}.[2]
Dalam ayat ini Allah Ta’ala memerintahkan seluruh kaum laki-laki muslim untuk tidak menikahi kaum perempuan musyrik sebelum mereka beriman kepada Allah Yang Maha Esa, Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, tiada seorangpun yang setara dengan Dia, tiada yang menyekutukan-Nya, tiada yang menyerupakan-Nya, dan luput dari sifat-sifat ciptaan-Nya dan dari sifat-sifat yang tidak layak bagi keagungan-Nya, beriman kepada malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhirat, dan kepada qadr yang baiknya maupun yang buruknya.
Ayat ini menegaskan kepada setiap laki-laki muslim bahwa perkawinannya dengan seorang perempuan budak mu’minah lebih baik daripada perkawinannya dengan seorang perempuan musyrik walau dia cantik, kaya, berkedudukan tinggi, dan iming-iming lain yang bisa jadi mendorongnya untuk menikahinya.
Tentang hal itu Rasulullah s.a.w. bersabda: (Dunia adalah kesenangan dan kesenangan yang terbaik adalah perempuan yang salehah).[3]   
Dan sabdanya: (Perempuan itu dinikahi karena empat perkara: Karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dank arena agamanya.
Demikian pula Allah Ta’ala memerintahkan kepada seluruh laki-laki muslim untuk tidak menikahkan laki-laki musyrik dengan perempuan mu’min sebelum mereka beriman kepada Allah Yang Maha Esa, Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, tiada seorangpun yang setara dengan Dia, tiada yang menyekutukan-Nya, tiada yang menyerupakan-Nya, dan luput dari sifat-sifat ciptaan-Nya dan dari sifat-sifat yang tidak layak bagi keagungan-Nya, beriman kepada malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhirat, dan kepada qadr yang baiknya maupun yang buruknya.
Ayat di atas meneguhkan bahwa perkawinan seorang perempuan muslimah dengan seorang hamba laki-laki mu’min lebih baik daripada perkawinannya dengan seorang laki-laki musyrik walau dia ganteng, kaya, dan berkedudukan tinggi. Hal itu bukan dari sudut fanatisme agama karena Islam meneguhkan persaudaraan umat manusia yang nasabnya berakhir kepada satu bapak dan satu ibu. Tetapi hikmah dari ketetapan tersebut bahwa ikatan perkawinan adalah ikatan paling dalam yang mengikat seorang laki-laki dengan seorang perempuan, maka ikatan tersebut harus berdiri di atas tiang yang paling kuat dan paling abadi yaitu beriman kepada Allah Ta’ala yang atas dasar itulah terbangun pemahaman manusia kepada risalahnya di kehidupan dunia yaitu sebagai hamba Allah, yang dituntut untuk beribadah hanya kepada-Nya dan untuk menjadi khalifah di muka bumi, yang dituntut untuk melakukan kewajiban-kewajiban kekhalifahan di atasnya, dengan cara memakmurkannya dan menegakkan ketetapan Allah dan keadilan-Nya di seluruh penjuru bumi. Yang pertama harus dicapai adalah dalam kerangka keluarga karena keluarga adalah dasar dari masyarakat, jika keluarga baik maka baik pulalah masyarakat semuanya, dan jika rusak keluarga maka rusak pulalah masyarakat. Sistem sosial dalam Islam berdiri atas dasar sistem keluarga. Oleh karena itu maka tiap hubungan antara dua jenis kelamin di luar kerangka tersebut adalah hubungan yang diharamkan.
Keluarga memenuhi semua kebutuhan-kebutuhan fitrah manusia dan di bawah naungannya hati dan akal bersatu. Jika keluarga tidak dimulai atas dasar akidah agama yang benar maka ikatan perkawinan tidak dapat berhasil karena kehidupan pada dasarnya penuh dengan cobaan, kesulitan dan kesusahan, yang jika tidak dibangun atas dasar persatuan akidah yang benar maka hubungan perkawinan itu tidak lama kemudian pasti hancur di bawah tekanan coban, kesulitan dan kesusahan itu serta konsekuensi-konsekuensi lain yang tiada orang tahu kecuali Allah Ta’ala. Pengalaman-pengalaman terdahulu membuktikan bahwa hubungan perkawinan yang dibangun dengan perbedaan akidah antara suami-isteri pastilah akan hancur cepat atau lambat walau pada awalnya terlihat memungkinkan.
Seorang isteri jika tidak satu agama dengan agama suaminya maka dia berusaha mewarnai rumahnya dengan keyakinannya dan menanamkan keyakinan itu dalam akal dan hati putera-puterinya yang pada gilirannya mencabik-cabik keluarga secara akidah, ideologi, ibadah, perilaku, dan dampaknya bagi pendidikan putera-puterinya sejak usia dini.
Oleh karena itu Allah Ta’ala mengakhiri firman-Nya dalam ayat ini: {Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran}.[4]
Dengan kata lain bahwa perkawinan dengan kaum musyrikin sudah pasti akan mengantarkan kaum muslimin ke neraka, sedang menghindar dari perkawinan seperti itu akan mengantarkan kaum muslimin ke surga Allah dan ampunan-Nya. Allah Ta’ala menerangkan alasan-alasan perintah-perintah-Nya kepada manusia sehingga mereka bangkit dari kebatilan lalu mereka dapat membedakan antara yang benar dan yang jahat, antara yang baik dan yang buruk, antara yang memberi manfaat kepada mereka di dunia dan akhirat dan yang merusak mereka di dua alam tersebut.
            Firman Allah Ta’ala: {Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu},[5] berarti janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan musyrik sebelum mereka beriman dengan sebaik-baiknya dan tiada keraguan apapun di dalamnya.
            Dalam firman-Nya: {Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu},[6] terdapat peneguhan pelarangan mengawinkan seorang perempuan muslimah dengan seorang laki-laki musyrik. Alasannya bahwa kepemimpinan dalam keluarga berada pada pihak laki-laki dan jika laki-laki itu seorang musyrik maka dia bisa saja menggunakan kekuasaannya meminimalisir agama isterinya atau menyakitinya disebabkan agamanya atau melarangnya untuk melaksanakan ritual-ritual agamanya, atau memaksanya meninggalkan agamanya dan membebaninya untuk membangkang kepada Allah Ta’ala atau menyekutukan-Nya, maka dengan demikian dia menghancurkan isterinya di dunianya dan akhiratnya, apalagi seorang perempuan muslimah beriman kepada seluruh nabi-nabi Allah dan rasul-rasul-Nya dan kitab-kitab-Nya tanpa membeda-bedakannya, lebih dari itu anak-anak biasanya mengikuti sang bapak seburuk apapun keyakinannya, maka dengan demikian bapak mereka merusak kehidupan mereka di dunia dan akhirat. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman: {Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran}.[7]
            Peneguhan ayat di atas bahwa orang-orang yang musyrik mengajak ke neraka berangkat dari firman Allah Ta’ala: {Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar}.[8]
            Sekarang kita dapat melihat hikmah dari ketetapan Allah tersebut di zaman keterbukaan yang di dalamnya kontak antara seorang laki-laki muslim dengan perempuan non-muslim atau seorang perempuan muslimah dengan seorang laki-laki non-muslim menjadi mudah melalui hand phone atau internet atau facebook atau dengan jalan bepergian ke luar negeri atau berdiam di negeri non muslim, maka di sinilah setan menggambarkan salah satu dari dua pihak atau kepada kedua-duanya tentang kemungkinan hidup bersama dengan ikatan perkawinan beda agama. Bisa jadi kedua pihak berusaha untuk beberapa waktu lamanya memaksakan diri mereka berdua untuk hidup bersama, kemudian mulailah muncul benih-benih keretakan rumah tangga setelah padam api percintaan antara mereka berdua.



[1] Surat Al Baqarah: 221
[2] Surat Al Baqarah: 221
[3] Hadis riwayat Muslim.
[4] Surat Al Baqarah: 221
[5] Surat Al Baqarah: 221
[6] Surat Al Baqarah: 221
[7] Surat Al Baqarah: 221
[8] Surat An Nisaa’: 48

Tidak ada komentar:

Posting Komentar