Rabu, 13 Februari 2013

Di antara rahasia-rahasia Al Qur’an Al Karim
Jilbab
          Allah Ta’ala berfirman: {Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang}.[1]
Ayat di atas adalah ayat 59 surat Al Ahzab, yaitu surat Madaniyaah, jumlah ayat-ayatnya adalah 73 ayat setelah basmalah.
Dinamai Al Ahzab (Golongan yang bersekutu) lantaran di dalam surat itu ada isyarat kepada perang Al Ahzab dalam ayat-ayat (9-27). Al Ahzab adalah orang-orang kafir Quraisy yang datang dari Selatan dan bertemu dengan golongan yang bersekutu bersama mereka dari kabilah-kabilah Arab Utara seperti dua kabilah Ghatfan dan Asyja’ untuk memerangi kaum muslimin. Mereka secara bersama-sama telah merencanakan pengepungan Madinah. Peristiwa itu terjadi pada tahun keempat Hijriah, maka Rasulullah s.a.w. memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menggali lubang sekitar Madinah untuk mempertahankannya dari para pengepung yang telah mengepung mereka selama sekitar satu bulan, kemudian Allah Ta’ala mengirim terhadap golongan yang bersekutu dengan orang-orang kafir itu angin topan dan bala tentara dari kaum malaikat, yang mendorong mereka membubarkan kepungan mereka, melarikan diri untuk meminta pertolongan, dan perpaling dari kepungan itu dengan putus asa.
Pusaran utama dari surat Al Ahzab adalah sekitar penggambaran secara rinci perang yang dinamai dengan surat itu sendiri yaitu perang Al Ahzab dan sekitar beberapa ketetapan hukum, pengarahan dan etika Islam. Surat itu juga berbicara tentang hari kiamat dan kedahsyatannya, memberi nasehat tentang perlunya bertakwa kepada Allah, meneguhkan bahwa Nabi Muhammad s.a.w. adalah penutup para nabi, dan surat itu ditutup dengan pembicaraan tentang amanat yang dipikul oleh manusia, yang ditolak oleh langit, bumi dan gunung karena mereka tidak sanggup memikulnya.
Kata “jilbab” dalam bahasa Arab ialah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka, dan dada.
Di antara kesimpulan ayat di atas adalah bahwa Allah Ta’ala memerintahkan kepada nabi-Nya s.a.w. agar dia menyampaikan kepada kaum muslimin seluruh perintah-perintah Tuhan mereka tentang perlunya berpegang pada etika Islam dalam salah satu perkara penting bagi masyarakat muslim yang berkaitan dengan busana muslimah untuk menjaga rasa malunya, kehormatannya dan kesuciannya, untuk menjaga masyarakat muslim dari penyimpangan dari jalan yang lurus disebabkan keindahan tubuh mereka yang tidak dipelihara jika sekiranya setan-setan dari kaum manusia dan kaum jin itu dapat menggoda mereka.
Seolah-olah ayat di atas mengatakan: “Hai Nabi, sampaikanlah perintah-perintah Allah kepada hamba-hamba-Nya, dan mulailah dengan rumahmu sehingga dengan demikian kamu menjadi suri teladan bagi mereka, maka perintahkanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin agar mereka patuh dalam berbusana dengan busana muslimah, yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu oleg seorang yang fasik atau seorang yang sesat”.
Busana muslimah tidak harus berbentuk busana tertentu tetapi harus sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh Al Qur’an Al Karim dan Sunnah Nabi, dalam butir-butir sebagai berikut:
1-    Busana muslimah harus menjadi penutup tubuh seluruhnya kecuali wajah dan dua telapak tangan. Hal itu berangkat dari sabda Rasulullah s.a.w. kepada Asma’ binti Abu Bakar: (Hai Asma’, sesungguhnya perempuan itu jika sudah sampai masa haid (baligh) tidak dibenarkan baginya untuk memperlihatkan kecuali ini dan ini sembari menunjuk kepada wajahnya dan dua telapak tangannya).
2-   Busana muslimah tidak boleh tipis dan transparan sehingga yang tidak dapat menutup aurat tubuh, juga tidak boleh ketat sehingga memperlihatkan bentuk tubuh.
3-   Busana muslimah tidak boleh beraroma atau berwangi-wangian.
4-   Busana muslimah tidak boleh dari busana yang dibuat semata-mata untuk meraih kemasyhuran di dunia. Tentang hal itu Rasulullah s.a.w.: (Barangsiapa yang memakai busana yang dibuat semata-mata untuk meraih kemasyhuran di dunia maka Allah akan memakaikannya busana kehinaan pada hari kiamat, kemudian Dia akan membakarkannya dengan api).[2]   
5-   Busana muslimah dalam disainnya, warnannya, dan coraknya tidak boleh berlebih-lebihan sehingga menjadikannya sebagai hiasan yang menarik pandangan kaum laki-laki.
6-   Busana muslimah tidak boleh menyerupai busana kaum laki-laki. Tentang hal itu Rasulullah s.a.w. mengutuk kaum laki-laki yang berbusana dengan busana kaum perempuan dan kaum perempuan yang berbusana dengan busana kaum laki-laki.[3] Dan Rasulullah s.a.w. bersabda: (Allah mengutuk orang-orang yang menyerui kaum perempuan dari kaum laki-laki dan orang-orang yang menyerupai kaum laki-laki dari kaum perempuan).
7-   Busana muslimah tidak boleh menyerupai busana kaum perempuan kafir. Tentang hal itu Rasulullah s.a.w. memerintahkan kepada kaum muslimin untuk tidak menyerupai kaum kafir dan musyrikin dalam segala sesuatu, seraya bersabda: (Berbedalah dengan kaum musyrikin).
Busana muslimah tersebut diwajibkan bagi setiap muslimah yang baligh, akil dan merdeka, karena busana muslimah itu ditentukan dengan ayat-ayat Al Qur’an Al Karim dan Sunnah Nabi, dan merupakan perintah ibadah.
Setiap muslimah yang mukalaf (yaitu muslimah yang baligh, akil, dan merdeka) hendaknya menyembah Tuhannya dengan patuh dalam berbusana sebagaimana dia menyembah Tuhannya dengan mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan menunaikan haji ke Baitullah.
Berangkat dari hakikat bahwa busana muslimah adalah salah satu bentuk ibadah yang diwajibkan bagi setiap mulimah, maka seorang muslimah yang mukalaf menjadi berdosa jika dia meninggalkannya karena pembangkangan, dan jika dia meninggalkannya karena ikut-ikutan kepada masyarakat yang rusak di sekitarnya walau dia yakin pada kewajibannya berbusana mulimah, maka dalam hal ini dia menjadi seorang perempuan pembangkang yang melanggar perintah-perintah Allah Ta’ala dan perintah-perintah Rasul-Nya.
Seorang muslimah yang mukalaf dilarang untuk memperlihatkan perhiasannya kecuali kepada mahramnya. Demikian pula seorang muslim yang mukalaf diperintahkan oleh Allah Ta’ala untuk menjaga pandangannya dari kaum perempuan yang bukan mahramnya. Hal itu sebagai bentuk ketaatan kepada perintah Allah Ta’ala dalam firman-Nya: {Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung}.[4]
Dari sini maka kepatuhan setiap muslimah yang mukalaf kepada busana muslimah yang telah ditentukan oleh Al Qur’an Al Karim dan Sunnah Nabi adalah suatu kewajiban yang tidak dibenarkan untuk berpaling darinya atau meninggalkannya dengan alasan apapun dari alasan-alasan yang selalu dilontarkan oleh setan-setan dari kaum manusia dan kaum jin dalam menggoda banyak dari kaum remaja puteri-puteri dan isteri-isteri orang-orang yang beriman di masa kini.
Oleh karena itu maka isteri-isteri Rasulullah s.a.w, anak-anak perempuannya dan isteri-isteri orang mukmin sepanjang masa selalu patuh pada perintah Allah Ta’ala untuk berbusana muslimah dan tidak pernah keluar dari yang demikian itu.
          Busana muslimah yang disyariatkan oleh Allah Ta’ala dari atas langit dan diperintahkan kepada Rasul-Nya untuk mengatakan kepada isteri-isterinya, anak-anak perempuannya, dan isteri-isteri orang mu’min agar mereka patuh kepada perintah Allah Ta’ala, tidaklah diterapkan bagi perempuan muslimah untuk mempersempit ruang geraknya tetapi justeru untuk memelihara dirinya, kesuciannya dan kehormatannya, dan melindungi masyarakat muslim dari perangkap golongan setan dari kaum manusia dan kaum jin dan iming-iming mereka yang menggiurkan kepada kaum perempuan untuk meninggalkan perintah-perintah Allah Ta’ala.
          Dari sini maka kaum orang tua muslim diwajibkan bagi mereka untuk membiasakan anak-anak perempuan mereka sejak usia sepuluh tahun untuk taat berbusana muslimah agar tidak sulit bagi mereka untuk berbusana muslimah pada waktu mereka memasuki usia baligh dan remaja. Hal itu sebagai salah satu pola pendidikan sebanding dengan perintah shalat yang disabdakan oleh Rasulullah s.a.w.: (Perintahkanlah anak-anak kamu untuk shalat ketika mereka masih berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka untuk shalat ketika mereka berusia sepuluh tahun).[5]
Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman: {Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh". Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan}.[6]
Dari sini Al Qur’an Al Karim memperingatkan perempuan muslimah untuk tidak melanggar perintah Allah Ta’ala dalam kepatuhannya berbusana muslimah dan tidak memperlihatkan keindahan tubuhnya. Tentang hal itu Allah Ta’ala berfirman: {Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha Bijaksana}.[7]
Dan firman-Nya kepada isteri-isteri Nabi .a.w.: {Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah Perkataan yang baik, dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya}.[8]
Di antara hikmah-hikmah disyariatkannya busana muslimah dalam Kitabullah Ta’ala dan Sunnah Nabi:
1-    Menutup aurat bagi perempuan muslimah adalah untuk memelihara kemaluannya, kesuciannya, kehormatannya, agamanya, dan kemanusiaannya.
2-   Kecenderungan laki-laki kepada perempuan adalah suatu fitrah yang tidak dapat diabaikan. Dan sesungguhnya perempuan yang memperlihatkan perhiasannya dan keindahan tubuhnya adalah termasuk di antara perkara-perkara yang memicu laki-laki untuk melakukan kejahatan, yang selalu perempuan menjadi korbannya.
3-   Penyampaian perintah untuk menutup aurat kepada isteri-isteri Nabi s.a.w., anak-anak perempuannya, dan isteri-isteri orang mu’min adalah bukti mutlak bahwa perintah Allah Ta’ala itu diarahkan kepada setiap perempuan muslimah sepanjang masa dan dimana saja.


[1] Surat Al Ahzab: 59
[2] Hadis Imam Ibnu Majah
[3] Hadis Imam Abu Daud
[4] Surat An Nuur: 30-31
[5] Hadis mutafak alaihi
[6] Surat An Nuur: 51-52
[7] Surat An Nuur: 60
[8] Surat Al Ahzab: 32-33

Tidak ada komentar:

Posting Komentar