Rabu, 13 Februari 2013

Di antara rahasia-rahasia Al Qur’an
Israa’ Mir’aj

            Allah Ta’ala berfirman: {Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidilharam ke Al Masjidilaqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Mahamendengar lagi Mahamengetahui}.[1]
Ayat di atas adalah ayat pertama surat Al Israa’ yaitu surat Makkiyyah dan jumlah ayat-ayatnya adalah 111 ayat setelah basmalah. Dinamai Al Israa’ karena dalam ayat pertama dari surat tersebut terdapat isyarat kepada perjalanan israa’ Rasulullah s.a.w. dari Masjidilharam ke Masjidilaqsha dan dilanjuti setelah itu dengan perjalanan mi’rajnya dari Baitulmaqdis ke Sidratulmuntaha melewati langit yang ketujuh sebagaimana digambarkan dalam permulaan surat An Najm. Di dalam perjalanan israa’ mi’raj tersebut terdapat perhargaan yang tidak pernah diraih oleh seorangpun manusiapun sebelumnya dan sesudahnya. Pusaran utama surat Al Israa’ berkisar seputar pesoalan akidah Islam sebagaimana surat-surat Makkiyyah yang lain.
Di antara mu’jizat Al Qur’an Al Karim tentang perjalanan israa’ mi’raj:
Sesungguhnya Allah Ta’ala hendak mengganti segala kesulitan yang dialami oleh Rasul-Nya dari kaum kafir Quraisy dan kaum kafir Tsaqif, maka Dia memuliakannya dengan mu’jizat terbesar yang terjadi dalam sejarah umat manusia semuanya, yaitu mu’jizat perjalanan israa’ mi’raj yang membawa Rasulullah s.a.w. dari Makkah Al Mukaramah di Saudia Arabia ke Baitul Maqdis di Palestina, kemudian dari alam yang hadir ke alam yang gaib, dimana Rasulullah s.a.w. mendapatkan kehormatan berjumpa dengan Allah Ta’ala, menerima perintah tentang shalat kemudian kembali untuk mengimami para nabi dan rasul dalam suatu shalat di Masjidilaqsha, setelah itu dia kembali ke rumahnya di Makah Al Mukaramah dan mendapati tempat tidurnya masih hangat. Itu semua terjadi karena Allah Ta’ala tidak memberlakukan ruang waktu dan tempat dalam perjalanan israa’ mi’raj.
Beberapa hadis Nabi menceritakan perjalanan yang penuh berkah ini bahwa Rasulullah s.a.w. bertawaf mengitari Ka’bah pada satu malam, kemudian dia pulang ke rumahnya dan berbaring di atas tempat tirdurnya. Di tengah malam malaikat Jibril a.s. datang kepadanya dan memberitahukannya bahwa Allah Ta’ala mengundangnya ke langit, lalu bergeraklah kendaraan yang disifatkan sebagai buraq, berawal dari Masjidilharam dan berakhir di Masjidilaqsha, sebagai bentuk penegasan atas perkaitan antara dua tanah yang suci tersebut.
Tentang hal itu Abu Dzar Al Ghifari r.a. meriwayatkan bahwa dia berkata: (Aku bertanya: Hai Rasulullah, masjid manakah yang pertama kali dibangun di muka bumi? Rasulullah s.a.w. menjawab: Masjidilharam. Lalu aku bertanya: Kemudian yang manakah? Rasulullah s.a.w. menjawab: Masjidilaqsha. Aku bertanya: Berapakah jarak waktu antara keduanya? Rasullah s.a.w. menjawab: Empat puluh tahun).[2]
 Segera setelah tiba di Masjidilaqsha, Rasulullah s.a.w. shalat di dalamnya bersama Jibril a.s. dan malaikat-malaikat lain yang menyambut kedatangannya, kemudian dia naik ke langit tujuh sehingga dia sampai ke Sidratulmuntaha, dimana dia melihat surga tempat tinggal yang abadi, lalu dia meneruskan perjalanan naiknya sehingga dia berhenti di hadapan Allah Ta’ala, lalu dia bersujud kepada-Nya, seraya berkata: “Attahyatulmubarakatu wash shalawatuttaibatu lillah”, artinya “segala salam sejahtera yang penuh berkah dan shalawat yang penuh kebaikan semata-mata hanya untuk Allah”.
Lalu Allah Ta’ala menjawab salam: “Assalamu’alaika Yaayuhaannabi warrahmatullahi wa barakatuhu”, yang artinya: “Salam sejahtera atasmu wahai Nabi dengan segala rahmat Allah dan berkah-Nya”.
Maka bersegeralah para malaikat bertasbih dengan berkata: “Assalamu’alaina wa ala ibadillahishshalihin, yang artinya: “Salam sejahtera atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang saleh”.
Salam hormat tersebut menjadi salah satu bacaan bagi setiap muslim dalam shalat mereka.
Pada perhentian agung tersebut Allah Ta’ala memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk menegakkan shalat wajib lima waktu atas kaum muslimin dalam sehari semalam yaitu shalat Maghrib, Isa, Subuh, Zuhur, Ashar. Dalam perjalanan yang penuh berkah itu Rasulullah s.a.w. melihat sebagian dari tanda-tanda kemahaagungan Tuhannya yang tidak disampaikan oleh Al Qur’an Al Karim walau sebagian dari itu telah diisyaratkan oleh Sunnah Nabi.
Peristiwa itu terjadi pada bulan Rabi’ulawal pada tahun sebelum Rasullah s.a.w. hijrah ke Madinah, yaitu sekitar tahun 620 Masehi. Di pagi hari setelah peristiwa itu Rasulullah s.a.w. menyampaikan kepada penduduk Makkah tentang perjalanan mu’jizat itu, maka sebagian dari penduduk Makkah percaya pada apa yang disampaikannya, di antara mereka adalah Abu Bakar Siddik r.a. Sebagian yang lain mendustainya. Mereka adalah kaum musyrikin Quraisy. Di antara mereka adalah musuh Allah Abu Lahab. Mereka mulai menyebarluaskan berita perjalanan tersebut dengan mendustainya dan mengejek-ejeknya secara kelewat batas. Sebagian dari mereka menantang Rasulullah s.a.w. agar dia dapat menceritakan secara rinci keberadaan Masjidilaqsha kepada mereka, maka Allah Ta’ala menggambarkan dengan jelas keberadaan Masjidilaqsha ke dalam benak Rasul-Nya lalu dia mulai menceritakan secara rinci keberadaannya kepada kaum musyrikin Quraisy. Tentang hal itu Rasulullah s.a.w. bersabda: (Tatkala kaum Quraisy mendustaiku maka aku bangun di dalam kamarku lalu Allah menggambarkan dengan jelas bagiku Baitulmaqdis, maka aku mulai memberitahu mereka tentang tanda-tandanya seolah-olah aku sedang memandangnya).[3] Di pagi harinya malaikat Jibril a.s. turun untuk mengajarkan Rasulullah s.a.w. tentang waktu-waktu shalat, bagaimana menegakkan dan apa yang dibaca dalam shalat. Sebelumnya Rasulullah s.a.w. shalat dua rakaat di pagi hari dan dua rakaat di sore hari sebagaimana dahulu dilakukan oleh nabi Ibrahim a.s.
Peristiwa perjalanan israa’ mi’raj itu membuat kaum kafir dan musyrikin Quraisy semakin mempersempit ruang gerak dakwah Islam, sehingga Rasulullah s.a.w. menyadari bahwa dakwah Islam itu telah dikepung di seluruh penjuru Makkah, lalu dia perintahkan sejumlah dari para sahabatnya untuk hijrah ke Yatsrib (Madinah) yang sekelompok penduduknya telah dilapangkan dadanya dan memeluk agama Islam ketika mereka menunaikan manasik haji pada pembaiatan Aqabah Pertama dan Aqabah Kedua. Sebagian dari sahabatnya pergi hijrah ke Madinah, sementara itu Rasulullah s.a.w. dan Abu Bakar Siddik r.a. tetap berada di Makkah sembari menunggu perintah dari Allah Ta’ala untuk hijrah karena para nabi tidak akan bergerak kecuali dengan perintah Allah.
Berita tentang pembaiatan Aqabah Pertama dan Aqabah Kedua, hijrah sekelompok dari kaum muslim ke Yatsrib, dan penyebaran Islam di tengah penduduknya telah sampai ke telinga kaum musyrikin Quraisy, maka para pemuka kaum musyrikin Quraisy mengadakan pertemuan di balai pertemuan untuk mendiskusikan perkara Rasulullah s.a.w. Salah seorang dari mereka mengusulkan agar Rasulullah s.a.w. dimasukkan ke dalam penjara dengan dua tangannya diborgol besi sampai mati karena kelaparan. Yang lain mengusulkan agar Rasulullah s.a.w. diusir dari Makkah. Sementara Abu Jahal mengusulkan agar tiap kabilah dari kabilah-kabilah Makkah memilih seorang pemuda yang kuat dan tiap pemuda itu diberikan sebilah pedang yang tajam lalu mereka mengepung rumah Rasulullah s.a.w. di malam hari sehingga jika dia keluar dari rumahnya di pagi hari, mereka dapat menikamnya dengan pedang-pedang mereka, supaya darahnya berpencar di antara kabilah-kabilah itu, sehingga Bani Hasyim tidak mampu untuk berperang melawan mereka lalu niscaya mereka menerima diyat atas kematiannya.
Banyak pelajaran yang dapat diambil manfaat dari pelajaran israa’ mi’raj di antaranya:
1-    Peneguhan kesatuan risalah langit dari ketauhidan Allah Ta’ala, yang digambarkan oleh perkaitan antara Masjidilharam di Makkah Al Mukaramah dan Masjidilaqsha di Baitulmaqdis (Palestina).
2-   Pemaparan sebagian dari kemahakuasaan Allah Ta’ala yang tidak dibatasi oleh pembatas dan tidak pula dihalangi oleh rintangan. Salah satu contohnya adalah perjalanan israa’ mi’raj yang di dalamnya Allah Ta’ala tidak memberlakukan ruang waktu dan ruang tempat bagi Rasul-Nya, sehingga dia dapat melakukan perjalanan dari Makkah Al Mukaramah ke Baitulmaqdis lalu dari Baitulmaqdis ke Sidratulmuntaha, kemudian kembali ke Baitulmaqdis lalu pulang ke Makkah Al Mukaramah tanpa ruang waktu sehingga dia mendapati tempat tidurnya masih hangat sebagaimana ketika dia meninggalkannya, dan tanpa ruang tempat sehingga dia dapat menempuh perjalanan yang sangat panjang itu juga tanpa waktu.
3-   Beriman kepada Allah Ta’ala, dan kepada malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya tanpa perbedaan.
4-   Yakin tentang kerasulan Nabi Muhammad s.a.w. sebagai penutup para nabi dan rasul.
5-   Peneguhan tentang nilai shalat sebagai tiang agama. Oleh karena itu maka Allah Ta’ala memerintahkan wajib shalat secara langsung kepada Rasul-Nya, sementara perintah peribadatan yang lain dibawa oleh malaikat Jibril a.s. kepada Rasulullah s.a.w.
6-   Yakin bahwa mu’jizat itu adalah sesuatu yang berada diluar ketetapan-ketetapan hukum alam, maka pada gilirannya akal manusia tidak mampu menafsirkannya.
7-   Beriman bahwa Allah Ta’ala memuliakan sebagian tempat di muka bumi atas sebagian tempat yang lain, sebagian waktu atas sebagian waktu yang lain, dan sebagian nabi, sebagian rasul dan sebagian orang atas sebagian yang lain. Di antaranya Allah Ta’ala memuliakan Makkah Al Mukaramah atas kota-kota yang lain di muka bumi, setelah itu Dia memuliakan Madinah Al Munawarah, kemudian dia memuliakan Baitulmaqdis.


[1] Surat Al Israa’: 1
[2] Hadis riwayat Bukhari dan Muslim.
[3] Hadis riwayat Bukhari dan Muslim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar