Kamis, 14 Februari 2013

Penaklukan Arab Islam: Bacaan Analisis
            Penaklukan Arab Islam merupakan permulaan era baru, bukan hanya dalam sejarah bangsa Arab dan Islam saja, namun juga dalam sejarah kemanusiaan secara umum. Hal itu karena ragam hasil yang didapat pada tingkat lokal maupun internasional dan dalam berbagai bidang, baik di bidang agama, sosial, budaya, ekonomi dan politik.
            Para sejarawan Arab Muslim tahu betapa pentingnya gerakan penaklukan dan kedudukannya dalam sejarah Arab dan dunia. Mereka menaruh perhatian yang besar pada penulisan tentang penaklukan seperti buku Futhuhusy Syam (Penaklukan Negeri Syam) oleh Al Wafidi, Futhuhu Mesr, Wal Maghrib, Wal Andalus (Penaklukan Mesir, Maroko, dan Andalusia) oleh Ibnu Abdulhakim, Futhuhululdan (Penaklukan Negeri-Negeri) oleh Al Baladzari, dan masih banyak yang lainnya. Demikian pula para peneliti moderen yang peduli pada sejarah Arab Islam menaruh perhatian yang besar pada penelitian tentang penaklukan. Tetapi sedikit dari penelitian-penelitian itu yang berusaha meneropong sisi-sisi non militer dan non politik dari penaklukan itu.
            Penaklukan Arab Islam telah dimulai pada masa Rasulullah s.a.w. Berbagai utusan yang dikirim oleh Rasulullah s.a.w. kepada para pemuka masyarakat negeri Syam, perang Mu’tah tahun 8 Hijriah, perang Tabuk tahun 9 Hijriah dan persiapan pasukan Usamah bin Zaid sebelum Rasulullah s.a.w. wafat, semua itu merupakan pelopor bagi ragam penaklukan yang meluncur pada masa Khalifah Rasyidin Pertama Abu Bakar Siddik. Sebagaimana diketahui bahwa tentara penakluk meluncur dari Madinah ke dua poros: Poros pertama bertujuan untuk menaklukkan negeri Irak dan seterusnya seperti negeri Iran. Poros kedua untuk menaklukkan negeri Syam, Mesir dan seterusnya. Pertempuran-per Pertempuran-pertempuran dahsyat berlangsung antara tentara penakluk Arab Muslim dan tentara Persia pada poros pertama dan antara tentara penakluk Arab Muslim dan tentara Bizantium (Romawi) pada poros kedua. Tentara penakluk Arab Muslim mampu dalam waktu yang singkat meruntuhkan tentara Persia dan mengeluarkannya dari gerakan sejarah dari satu sisi, dan melemahkan cengkeraman kekaisaran Bizantium dan mengeluarkannya dari negeri Syam, Mesir dan Afrika Utara. Bahkan belum genap satu abad dari wafatnya Rasulullah s.a.w. (11 Hijirah atau 632 Masehi) sehingga tentara penakluk Arab Muslim mampu menaklukkan China di belahan timur dan Prancis di belahan barat pada tahun 732 Masehi.
            Pendapat para peneliti sekitar tujuan dan motivasi penaklukan itu beragam. Sebagian dari mereka cenderung pada motivasi politik. Sebagian yang lain berpendapat bahwa di dalam penaklukan itu terdapat motivasi ekonomi. Sekelompok dari mereka yakin bahwa tujuannya adalah pembebasan tanah Arab dari penguasaan bangsa Persia dan Bizantium. Walau pendapat sekitar tujuan dan motivasi penaklukan itu beragam, sesungguhnya tujuan utama penaklukan oleh bangsa Arab Muslim pada fase penting dari sejarah Arab Islam itu adalah penyebaran Islam. Perhatian utama bangsa Arab Muslim pada waktu itu adalah jihad di jalan Allah dan menyebarkan prinsip-prinsip agama baru yang berdasarkan pada ketauhidan, kesetaraan, keadilan, musyawarah, kebebasan, dan mendirikan sistem hadari sesuai dengan norma-norma Islam dan keteladannya yang memberikan makna dan nilai kepada kehidupan manusia.   
Faktor-faktor kemenangan:
            Kemenangan demi kemenangan yang diraih oleh tentara penakluk Arab Muslim pada dua poros itu telah membuat terkejut para sejarawan, baik yang hidup semasa kemenangan itu maupun yang tidak, Muslim maupun yang non Muslim, terutama bahwa kemenangan demi kemenangan itu terjadi dalam waktu singkat yang tidak sesuai dengan kekuatan pihak-pihak yang berperang. Di antara faktor-faktor kemenangan itu:
Pertama: Sesungguhnya iman tentara penakluk Arab Muslim kepada persoalan yang deminya mereka berjihad yaitu penyebaran Islam dan suri teladannya telah menambahkan kepada mereka energi semangat yang tak terbatas. Hal itu terlihat dengan jelas pada akhlak mereka, perilaku mereka, keberanian mereka, dan kecenderungan mereka untuk mati syahid. Sumber-sumber sejarah dipenuhi dengan fakta-fakta yang memastikan bahwa kekesatriaan tentara penakluk Arab Muslim tidak hanya terlihat pada kecakapan dalam bertempur, kemahiran dalam perencanaan dan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan yang di dalamnya mereka berperang, kelihaian dalam penggunaan persenjataan dan formasi pertempuran saja, namun juga dalam norma-norma akhlak dan keteladanan perilaku yang luhur baik dengan musuh-musuh mereka maupun dengan kawan-kawan mereka. Itulah cermin dari spirit Islam dan risalahnya.
Kedua: Pengawasan para khulafa baik di Madinah maupun di Damaskus secara langsung atas perjalanan penaklukan Arab Islam telah menambah kekuatan tentara penakluk Arab Muslim dan tercermin pada kesempurnaan penyusunan gerakan dan performannya. Para khulafa sangat peduli pada tentara penakluk Arab Muslim dengan cara memberikan instruksi-instruksi dan perintah-perintah kepada para panglima perang. Instruksi-instruksi dan perintah-perintah itu meliputi prinsip-prinsip yang harus dipatuhi dalam perlakuan mereka dengan negeri yang ditaklukkan dan penduduknya, menindaklanjuti berita-berita tentang penaklukan secara seksama, dan memenuhi ragam nasehat dan bantuan yang dibutuhkan oleh para panglima perang agar mereka dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang merintangi mereka. Di pihak lain para panglima perang sangat disiplin dalam menyampaikan kepada para khulafa tentang apa yang telah mereka capai dan selalu meminta izin kepada para khulafa tentang rencana yang akan mereka lakukan. Pengawasan terpusat itu merupakan salah satu faktor penting dalam pengarahan gerakan penaklukan secara benar dan dalam penghindaran kesalahan-kesalahan yang dapat terjadi dari pengambilan keputusan-keputusan atau tindakan-tindakan individual yang tidak terukur.
Ketiga: Sumber-sumber sejarah memastikan bahwa kebanyakan penduduk negeri-negeri yang ditaklukkan itu telah mengambil sikap positif dan menyambut hangat tentara penakluk Arab Muslim. Barangkali hal itu berpulang kepada dua persoalan dasar yaitu:
Persoalan pertama, kedekatan sejarah antara penduduk negeri-negeri yang ditaklukkan dan tentara penakluk Arab Muslim. Asal usul sejarah penduduk negeri Rafidin dan Syam misalnya berpulang kepada ragam eksodus yang meluncur dari Jazirah Arab sejak 3.000 tahun sebelum Masehi, lalu mereka berdiam secara bertahap di negeri Rafidin dan Syam.
Persoalan kedua, bahwa sesungguhnya penduduk negeri-negeri yang ditaklukkan itu memandang kepada tentara penakluk Arab Muslim sebagai para pembebas bagi mereka, yang sebelumnya mengalami penindasan agama, ekonomi, dan politik dari bangsa Bizantium dan Persia. Sebagaimana diketahui bahwa kebanyakan penduduk kawasan yang tunduk kepada bangsa Bizantium seperti negeri Syam dan Mesir itu memeluk mazhab-mazhab Kristen yang berbeda dengan mazhab resmi negara Bizantium seperti Nastarian, Jacubian dan yang lainnya. Para pemuka agama Kristen Bizantium telah berusaha berkali-kali menerapkan mazhab resmi itu secara paksa pada penduduk negeri Rafidin dan Syam, tetapi mereka mengalami kegagalan. Demikian pula halnya dengan bangsa-bangsa yang tunduk pada negara Persia. Mereka memeluk ragam agama dan aneka kepercayaan seperti Yahudi, Kristen dan Manuisme, yang berbeda dengan agama resmi negara Persia yaitu Zaradasytia. Para penguasa negara Persia pun mengalami kegagalan dalam menerapkan agama Zaradasytia secara paksa pada bangsa-bangsa yang tunduk pada mereka. Di samping penindasan agama itu penduduk negeri-negeri yang ditaklukkan juga mengalami penindasan-penindasan dalam bentuk-bentuk yang lain. Sumber-sumber berbicara tentang penindasan politik yang dilakukan oleh para penguasa, tentang rusaknya pemerintahan dan runtuhnya moral di dua negara tersebut, dan tentang sistem perpajakan yang sangat membebani penduduk negeri-negeri yang ditaklukkan. Itu semua telah menjadikan bangsa-bangsa yang ditaklukkan tersebut menyambut baik tentara penakluk Arab Muslim dengan harapan agar mereka dapat menikmati kebebasan dan kemuliaan, apalagi prinsip-prinsip kesetaraan, kebebasan dan keadilan yang dibawa oleh Islam merespon angan-angan bangsa-bangsa yang tertindas itu. Mereka juga menjadikan agama Islam lebih dekat pada kehidupan mereka dan lebih peduli pada kemuliaan mereka daripada Kristen Ortodoks Bizantium dan Zaradasytia Persia. Hakikat ini dipastikan oleh pemimpin agama kota Antakia Al Jacobi pada abad keduabelas Masehi yaitu lima abad setelah penaklukan Arab Islam, tatkala dia memberkati sikap dan penyambutan kaum Kristen pada tentara penakluk Arab Muslim dengan menulis: “Sesungguhnya Allah Ta’ala telah mengirim anak-cucu Ismail dari negara-negara Selatan untuk menyelamatkan kita dari cengkeraman bangsa Romawi. Bukanlah suatu perolehan yang hina jika kita selamat dari kekejaman dan penyiksaan bangsa Romawi lalu kita mendapati diri kita dalam keadaan aman dan damai”.
Keempat: Lemahnya kekuatan negara Bizantium dan Persia merupakan salah satu faktor pembantu atas kemenangan tentara Arab Muslim. Dapat dipastikan bahwa dua negara tersebut, sebelum penaklukan Arab Islam, telah melewati fase kelelahan akibat perang panjang yang berlangsung antara kedua negara itu. Walau Bizantium keluar dari perang tersebut sebagai pemenang tahun 628 Masehi, namun negara itu berada dalam kehancuran politik, ekonomi, militer dan perpecahan agama, sehingga dalam waktu yang lama tidak dapat berdiri tegak dalam menghadapi tentara penakluk Arab Muslim. Meski lemahnya kekuatan negara Bizantium dan Persia merupakan faktor pembantu dalam kemenangan tentara penakluk Arab Muslim, namun kita tidak perlu terlena pada banyak dari para peneliti terutama para orientalis yang berlebihan dalam menilai peran faktor tersebut dalam gerakan penaklukan Arab Islam. Hal itu karena jumlah personil tentara Bizantium dan Persia pada waktu itu sepuluh kali lipat lebih banyak dari kekuatan tentara Arab Muslim. Demikian pula kemampuan ekonomi dan persediaan persenjataan mereka melebihi kemampuan ekonomi dan persediaan persenjataan tentara Arab Muslim. Apalagi tentara masing-masing dari dua negara tersebut bertempur dalam cuaca yang mereka telah terbiasa dengannya, dan lebih mengenal geografis kawasan yang di dalamnya berlangsung pertempuran ketimbang tentara tentara Arab Muslim. Lebih dari itu tentara penakluk Arab Muslim telah meraih kemenangan yang gemilang melawan tentara Bizantium dan Persia walau musuh-musuh mereka unggul dalam materi.
Cirikhas-cirikhas penaklukan:
            Tiap peneliti gerakan penaklukan Arab Islam di kawasan Timur dan Barat pastilah mengetahui bahwa gerakan penaklukan Arab Islam mempunyai cirikhas-cirikhas yang membedakannya dari gerakan-gerakan yang lain. Di antaranya:
Pertama: Penghormatan yang diperlihatkan oleh tentara Arab Muslim kepada penduduk dan negeri-negeri yang ditaklukkan. Gerakan penaklukan Arab Islam tidak disertai dengan tindakan-tindakan pengrusakan atau penjarahan. Tidak pernah kita dengar bahwa sebuah kota atau desa atau perkebunan mengalami tindakan-tindakan seperti itu. Tentara penakluk Arab Muslim selalu patuh pada wasiat-wasiat para khulafa seperti wasiat Khalifah Abu Bakar Siddik kepada Usamah bin Zaid ketika dia mengutusnya pada permulaan kekhalifahannya untuk memimpin sebuah pasukan ke kawasan timur negeri Syam, lalu dia berwasiat kepadanya: “Janganlah kalian berkhianat. Janganlah kalian berlebih-lebihan. Janganlah kalian membunuh seorang anak kecil, seorang tua renta, maupun seorang perempuan. Janganlah kalian mencabut sebatang pohon kurma. Janganlah kalian membakarnya. Janganlah kalian memotong sebatang pohon yang berbuah. Janganlah kalian menyembelih seekor domba, seekor sapi maupun seekor unta. Kalian akan berjumpa dengan kaum-kaum yang selalu berada di Romawiah-Romawiah ibadah, maka biarkanlah mereka”. Adakah seseorang membaca dalam sejarah manusia sejak dahulu kala sampai kini bahwa seorang raja atau pemimpin yang berwasiat kepada tentaranya dengan wasiat seperti itu? Sesungguhnya wasiat itu membuktikan betapa besar kepedulian seorang khalifah kepada tentara penakluk Arab Muslim agar mereka selalu menjaga baik nilai-nilai akhlak dalam perilaku mereka bukan hanya dengan manusia saja tetapi juga dengan kekayaan nabati dan hewani. Kandungan wasiat itu dikemudian hari menjadi undang-undang dasar tentara penakluk Arab Muslim dimanapun mereka berada, bahkan perilaku hadari tentara Arab Muslim itu menjadi faktor penarik bagi penduduk negeri-negeri itu untuk memeluk Islam.
Kedua: Toleransi agama merupakan cirikhas penaklukan Arab Islam yang paling menonjol. Tentara Arab Muslim hormat pada keyakinan-keyakinan penduduk negeri-negeri yang ditaklukkan. Mereka memberikan ketenteraman spiritual. Mereka tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama Islam, karena penindasan agama itu bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Sejarah tidak pernah menyebutkan bahwa kaum Muslimin menindas seseorang sebagaimana yang terjadi di Eropa pada abad pertengahan. Al Qur’an Al Karim menerangkan bahwa tidak ada paksaan dalam agama. Perjanjian-perjanjian damai yang ditandatangani oleh tentara Arab Muslim dan penduduk negeri-negeri yang ditaklukkan memastikan bahwa kaum Muslimin memberikan tiga pilihan kepada penduduk negeri-negeri yang ditaklukkan yaitu Islam atau jizyah atau perang. Barangsiapa dari mereka yang memeluk Islam maka mereka mempunyai hak-hak yang sama dengan hak-hak kaum Muslimin dan atas mereka kewajiban-kewajiban yang sama dengan kewajiban-kewajiban kaum Muslimin. Barangsiapa dari mereka yang tetap pada agama mereka maka mereka berada dalam lindungan kaum Muslimin. Mereka menikmati kebebasan agama mereka dan perlidungan jiwa dan harta mereka asal mereka membayar jizyah. Walau nilai jizyah yang harus dibayar itu rendah, namun berbagai golongan dari mereka mendapatkan pengampunan seperti kaum tua renta, perempuan, anak kecil, orang sakit, orang buta, dan yang lainnya. Lantaran toleransi agama itu maka tidaklah aneh jika penduduk negeri-negeri yang ditaklukkan tertarik untuk memeluk Islam secara suka rela, khususnya setelah mereka merasakan secara amaliah kedisiplinan kaum Muslimin pada kebijakan toleransi agama itu, sehingga mereka yang masih tetap memeluk agama mereka pada gilirannya turut mengabdi kepada negara Arab Islam yang baru berdiri melalui kemampuan administrasi, ekonomi, dan pemikiran yang mereka miliki.
Ketiga: Tentara penakluk Arab Muslim mengambil sikap positif dari kehidupan perkotaan. Hal itu terlihat dengan jelas dalam:
a-      Sikap tentara penakluk Arab Muslim yang tetap memakai nama-nama kota-kota yang didirikan oleh para penguasa asing di kawasan Timur baik dari bangsa Yunani maupun bangsa Romawi, sebagai penghormatan dari mereka pada peradaban-peradaban terdahulu seperti Antakia, Afamia, Tripoli, dan Nablus.
b-      Tentara penakluk Arab Muslim mengembalikan kota-kota kuno kepada nama-nama aslinya setelah para penguasa asing merubahnya dengan nama-nama Yunani dan Romawi. Kota Amman misalnya dikembalikan ke namanya setelah para penguasa asing merubahnya dengan nama Philadelphia dan kota Ba’labek dikembalikan kepada namanya setelah para penguasa Yunani menyebutnya dengan nama Heliopolis.
c-      Tentara penakluk Arab Muslim pada permulaan penaklukan mendirikan kota-kota baru di belahan timur dan barat kawasan Arab. Kota-kota tersebut masih ada hingga sekarang seperti Basra, Kuffa, Fisthat, dan Qirwan.
Hasil-hasil penting:
Di antara hasil-hasil penting dari penaklukan Arab Islam:
Di bidang politik: Penaklukan Arab Muslim berakibat kepada berdirinya suatu negara Arab Islam yang menandingi kekaisaran Romawi yang ketika itu berada dalam puncak kejayaannya. Suatu negara yang membentang dari perbatasan Ghalia, Prancis di bagian barat sampai perbatasan China di bagian timur, dari pegunungan Oral di bagian utara sampai Sudan di bagian selatan. Persatuan politik tersebut telah membuka jalan bagi tentara penakluk Arab Muslim untuk berperan dalam pembangunan peradaban manusia. Khalifah merupakan simbol persatuan dunia Islam. Perundang-undangan dan peraturan-peraturan Islam secara bertahap menempati perundang-undangan dan peraturan-peraturan Bizantium dan Persia yang sebelumnya digunakan dalam pengelolaan negara dan lembaga-lembaganya.
Di bidang agama: Islam menyebar luas secara suka rela di tengah penduduk negeri-negeri yang ditaklukkan dan meliputi kawasan-kawasan negara Persia terdahulu dan kawasan-kawasan yang berada di bawah kekuasaan Bizantium seperti negeri Syam, Mesir dan Afrika Utara. Juga Andalusia yang ketika itu berada di bawah kekuasaan bangsa Quthi. Seorang peneliti Barat membandingkan antara penaklukan bangsa Viking atas bangsa Romawi dan penaklukan Arab Islam dengan mengatakan: “Tatkala bangsa Viking menang atas bangsa Romawi pada abad kelima, maka bangsa Viking (yang menang)-lah yang secara langsung tertarik kepada bangsa Romawi (yang kalah) dan secara bertahap meninggalkan ke-viking-annya lalu me-romawi-kan diri, karena mereka tidak membawa agama dan budaya untuk berhadapan dengan Kristen Romawi dan peradaban mereka. Adapun bangsa Arab Muslim (yang menang), maka penduduk negeri-negeri yang ditaklukkan-lah yang tertarik kepada tentara penakluk Arab Muslim dan meng-arab-kan diri mereka, karena tentara penakluk Arab Muslim ketika itu membawa akidah yang baru dan perinsip-prinsip peradaban yang baru”. Dengan kata lain bahwa penduduk negeri-negeri yang ditaklukkan itu mulai memeluk agama yang dianut oleh tentara penakluk Arab Muslim yaitu agama Islam dan belajar bahasa mereka yaitu bahasa Arab, tanpa menggunakan misi-misi keagamaan atau menerapkan salah satu bentuk tekanan. Sumber-sumber memastikan bahwa banyak dari penduduk negeri-negeri yang ditaklukkan, yang memeluk Islam, turut berperan aktif pada tahap-tahap berikutnya dari gerakan penaklukan Arab Islam. Sedang yang tetap pada agama mereka, maka mereka mendapatkan perlindungan dari negara Arab Islam dengan membayar jizyah.
Di bidang budaya: Di antara hasil-hasil budaya dari penaklukan Arab Islam:
Pertama: Arabisasi: Dimana bahasa Arab menyebar luas di negeri-negeri yang ditaklukkan dan secara bertahap menempati, baik bahasa-bahasa (asing) resmi yang dipaksakan oleh negara-negara terdahulu maupun bahasa-bahasa nasional yang dipakai oleh penduduk negeri-negeri yang ditaklukkan. Ada banyak faktor yang membantu penyebaran bahasa Arab di antaranya:
1-      Penyebaran agama Islam, karena bahasa Arab adalah bahasa Al Qur’an Al Karim, dimana wajib bagi tiap Muslim belajar bahasa Arab agar paham Al Qur’an Al Karim dan menjalani kewajiban-kewajiban agamanya. Bahkan dapat dikatakan bahwa bahasa Arab dan agama Islam selalu berjalan berdampingan dan keduanya berperan dalam menghilangkan rintangan-rintangan yang memisahkan tentara penakluk Arab Muslim dari penduduk negeri-negeri yang ditaklukkan.
2-      Bahasa Arab sebelumnya adalah bahasa tentara penakluk Arab Muslim dan negara Arab Islam yang baru berdiri, kemudian menjadi bahasa seluruh lembaga yang ada dalam negara Arab Islam.
3-      Kedekatan bahasa antara bahasa Arab dan bahasa-bahasa lain yang sebelumnya digunakan oleh penduduk negeri-negeri yang ditaklukkan, terutama di negeri antara dua Sungai dan negeri Syam seperti bahasa Aramia dan Serenia yang merupakan salah satu ranting dari bahasa Aramia.
4-      Bahasa-bahasa (asing) resmi yang dipaksakan oleh para penguasa asing sebelum penaklukan Arab Islam tidak meninggalkan jejak yang dalam di tengah bangsa-bangsa yang ditaklukkan, bahkan tetap menjadi bahasa-bahasa yang asing dan jauh dari rasa simpati mereka. Oleh karena itu bahasa-bahasa tersebut keluar bersamaan dengan keluarnya para penguasa asing dan ditempati oleh bahasa Arab, dimana bahasa Arab menempati bahasa Persia di kawasan-kawasan yang sebelumnya dikuasai oleh bangsa Persia dan menempati bahasa Yunani di kawasan-kawasan yang sebelumnya dikuasai oleh bangsa Bizantium dan menempati bahasa Latin di Andalusia.
5-      Bahasa Arab kemudian menjadi bahasa tukar-menukar perdagangan dalam dunia Islam dan pada pasar-pasar dunia, terutama setelah diterbitkan mata uang Islam dalam bentuk Dinar emas dan Dirham perak pada penghujung era Umawiah.
6-      Bahasa Arab sejak era penaklukan Arab Islam menjadi bahasa ilmu, intelektual dan sastera. Kemudian datanglah gerakan penerjemahan dari bahasa Yunani, Serenia dan Persia ke dalam bahasa Arab.
Kedua: Tentara penakluk Arab Muslim tidak merusak pusat-pusat kehidupan intelektual yang ada sebelum Islam, yang sebagiannya ketika itu berada dalam pengawasan para ilmuwan dari Kristen Nastarian dan sebagian yang lain oleh Kristen Jacobian dan kepercayaan Shabiah seperti pusat-pusat filsafat dan ilmu di Iskandaria, Antakia, Harran, Alercha, Jundisabor dan yang lainnya. Bahkan tentara penakluk Arab Islam memelihara dengan baik pusat-pusat tersebut dan melindungi para ilmuwannya, yang kemudian kebanyakan dari mereka pindah ke kota-kota Islam seperti Baghdad, dan memainkan peran penting dalam gerakan penerjemahan dari bahasa Yunani, Serenia dan Persia ke dalam bahasa Arab. Demikian pula mereka berperan dalam pengembangan banyak dari cabang-cabang ilmu dan pengetahuan dalam peradaban Arab Islam.
Di bidang ekonomi: Penaklukan Arab Islam membawa kepada:
1-      Penciptaan dunia ekonomi baru yang menyatukan kawasan-kawasan ekonomi yang besar seperti kawasan Lembah Samudera India dan Lembah Laut Tengah, dimana dua lembah tersebut sebelum Islam merupakan dua dunia yang saling berseteru yaitu dunia Persia dan dunia Bizantium. Pada masing-masing dari dua dunia itu berdiri sistem ekonomi dan keuangan yang berbeda dari yang lain. Penaklukan Arab Islam berhasil menyatukan keduanya dan menghapus dualisme sistem dan mata uang. Sistem-sistem dan lembaga-lembaga ekonomi Islam yang satu, mata uang Islam yang satu yaitu Dinar emas dan Dirham perak, dan bahasa perdagangan yang satu yaitu bahasa Arab mendominasi dua dunia tersebut.
2-      Penaklukan Arab Islam menjadikan kebanyakan perdagangan dunia pada waktu itu berada di tangan bangsa Arab Muslim atau dibawah kendali mereka. Laut Tengah terutama setelah penaklukan Cicilia menjadi laut Arab Islam, karena barangsiapa yang menguasai laut tersebut maka dia menguasai perekonomian tiga benua kuno yaitu Asia, Afrika dan Eropa. Demikian pula dibawah naungan negara Islamlah Laut Merah yang sebelumnya berada dalam kekuasaan bangsa Bizantium dan Teluk Persia yang sebelumnya berada dalam kekuasaan bangsa Persia, tidak lagi saling bersaing tetapi saling bekerjasama. Oleh karena itu maka bangsa Arab Muslim memegang kendali perdagangan Timur baik perdagangan laut maupun perdagangan darat. Barat tidak dapat memperoleh barang dagangan Timur dan memperdagangkannya kecuali lewat bangsa Arab Muslim, apakah yang berkaitan dengan sutera China ataukah yang berkaitan dengan rempah-rempah India, apakah yang berkaitan dengan barang-barang buatan Persia, Mesir, dan negeri Syam seperti kertas, minyak zaitun, kain tenun dan yang lainnya.
3-      Penaklukan Arab Islam membuka jalan bagi kesejahteraan negara Arab Islam dan kesejahteraan itulah yang pada gilirannya merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan peradaban Arab Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar