Rabu, 13 Februari 2013

Bacaan tentang kisah runtuhnya peradaban Arab Islam

            Peradaban adalah perbuatan manusia, yang dapat tumbuh dan maju, juga berisiko runtuh dan punah.
            Tema runtuhnya peradaban Arab Islam merupakan salah satu tema yang rumit dan komplikasi. Setiap orang yang meneliti dan menganalisa tema ini niscaya terperosok ke dalam salah satu dari dua kesalahan metodologi berikut:
Pertama, sebagian peneliti menggunakan sebab-sebab atau faktor-faktor yang mengakibatkan jatuhnya peradaban-peradaban yang lain, seperti peradaban Yunani dan peradaban Rumawi, dalam menafsirkan sebab-sebab runtuhnya peradaban Arab Islam, tanpa peduli terhadap perbedaan-perbedaan antara peradaban-peradaban itu dan cirikhas-cirikhas yang membedakan tiap peradaban dari peradaban-peradaban itu.
Kedua, kebanyakan peneliti yang mendalami persoalan runtuhnya ragam peradaban, memulai pekerjaan mereka dari teori-teori terdahulu lalu berusaha memaksakannya di atas fakta-fakta sejarah.
Kesalahan metodologi disini adalah peralihan dari teori, dari ideologi ke sejarah. Padahal teori itu sesungguhnya harus bersumber dari fakta-fakta sejarah.

Tahap Perkembangan.
Ragam peradaban yang disaksikan oleh sejarah manusia telah melewati tiga tahap utama yaitu tahap pembentukan, tahap kesejahteraan, dan tahap peruntuhan. Demikian pula peradaban Arab Islam tidak keluar dari tiga tahap utama itu.
Pada tahap pembentukan, yang berlangsung sekitar dua abad yaitu abad pertama dan kedua Hijriah atau abad ketujuh dan kedelapan Masehi, bangsa Arab dan kaum muslimin berhasil dalam membangun suatu peradaban dari ragam unsur dan aneka sumber: Pertama, nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang didatangkan oleh Islam yang berkaitan dengan urusan dunia dan akhirat. Kedua, warisan kuno bangsa Arab dan nilai-nilai positifnya. Ketiga, warisan kuno bangsa Timur yang merupakan sumber kaya bagi peradaban Timur dan barat di era kuno. Keempat, pencapaian-pencapaian peradaban Yunani, Persia, India, dan China yang darinya bangsa Arab dan kaum muslimin mengambil manfaat dalam pembentukan peradaban mereka.
Tahap kesejahteraan (era keemasan), yang berlangsung sekitar tiga abad yaitu abad kesembilan, kesepuluh, dan kesebelas Masehi, yang pada periode itu bangsa Arab dan kaum muslimin berinovasi dalam segala bidang peradaban dan selama itu memimpin dunia dalam ilmu, sistem, toleransi, ekonomi, dan politik. Orang-orang Eropa menimba ilmu di tangan mereka di segala medan ilmu dan pengetahuan.
Tahap peruntuhan, mulai terlihat benih-benihnya sejak sekitar abad keduabelas, berlangsung sampai abad kesembilanbelas Masehi.

Cirikhas tahap peruntuhan:
Sebelum berbicara tentang sebab-sebab peruntuhan suatu peradaban, ada baiknya kita isyaratkan disini beberapa fakta yang merupakan input ilmiah penting dalam kaitannya dengan tema ini:
1-      Peruntuhan yang dialami oleh peradaban Arab Islam tidaklah terjadi secara tiba-tiba, tanpa tanda-tanda atau tanpa isyarat, tetapi suatu proses yang berlangsung lambat yang faktor-faktornya terkumpul dalam waktu yang lama. Dengan kata lain bahwa peruntuhan tidaklah muncul ke permukaan dalam satu masa atau dalam satu tempat.
2-      Lemahnya peradaban Arab Islam tidaklah diakibatkan oleh satu faktor sebesar apapun pengaruh faktor itu, namun diakibatkan oleh sejumlah faktor yang berinteraksi sebagiannya dengan sebagian yang lain dalam kurun sejarah tertentu, yang menyebabkan perubahan perjalanan peradaban itu.
3-      Walau banyak dari para pemikir yang berpegang pada teori yang mengatakan bahwa peruntuhan peradaban itu akibat bunuh diri bukan dibunuh, atau dengan kata lain bahwa peradaban itu runtuh dari dalam dengan runtuhnya secara perlahan-lahan kekuatan peradaban itu sendiri bukan akibat kekuatan asing, namun kita tetap berpegang pada prinsip perlunya kajian pada seluruh faktor, baik faktor dalam maupun faktor luar, yang berperan dalam kejatuhan peradaban Arab Islam.
4-      Peruntuhan peradaban Arab Islam tidak berarti kematian mutlak segala bentuk aktifitas intelektual di seluruh penjuru dunia Arab Islam selama kurun peruntuhan tersebut, namun karya-karya ilmiah tetap berjalan.
5-      Peruntuhan peradaban Arab Islam tidaklah berlangsung di seluruh penjuru dunia Arab Islam dan dalam kurun yang sama, dimana tanda-tanda peruntuhan itu telah terlihat di belahan timur dunia Arab Islam sejak abad keduabelas Masehi sedang di belahan barat dan Andalusia baru terlihat pada abad ketigabelas Masehi.

Faktor-faktor terpenting peruntuhan peradaban Arab Islam:
            Ada ragam faktor yang mengakibatkan peruntuhan peradaban Arab Islam, sebagian darinya berasal dari dalam dan sebagian yang lain berasal dari luar.

Pertama: Faktor-faktor politik:      
1-      Apa yang dialami oleh dunia Arab Islam dari keterkoyakan persatuan politik, dimana ragam sistem politik menggantikan sistem politik yang satu, dimana di atas reruntuhan negara yang satu berdiri ragam kerajaan dan negara, di belahan timur dan barat dunia Arab Islam. Jika kekuasaan seorang khalifah di era kekhalifahan Umawiah membentang dari Andalusia di bagian barat sampai Samarkand di bagian timur, maka kekuasaan itu pada abad terakhir era Abbasiah di abad ketigabelas Masehi hanya sebatas kota Baghdad dan sekitarnya. Perpecahan politik ini dibantu oleh keterkoyakan persatuan agama, dimana kepemimpinan umat Islam sejak abad kesepuluh Masehi mulai diperebutkan oleh tiga kekhalifahan yaitu Abbasiah di Baghdad, Umawiah di Qordova, dan Fathimiah di Kairo. Tentunya ragam perpecahan itu seluruhnya menyebabkan meletusnya peperangan antara berbagai kekuatan Islam, dan umat Islam semuanya membayar mahal dengan jiwa, ekonomi, dan peradaban mereka. Cukuplah kita baca peperangan yang berlangsung di belahan timur dunia Arab Islam antara orang-orang Salajik, Fathimiah dan Abbasiah, agar kita tahu bagaimana energi umat Islam  secara materi dan etika habis dengan sia-sia dan bagaimana kaum Salib memetik keuntungan dari peperangan tersebut di akhir abad kesebelas Masehi. Demikian pula sepatutnya kita mengingat kisah peperangan yang berlangsung di Andalusia antara raja-raja kelompok dan pengaruhnya atas perjalanan bangsa Arab Islam dan peradaban mereka.
2-      Teror politik yang menyebar di dunia Arab Islam mengakibatkan kerugian yang sangat besar atas segala bentuk aktifitas peradaban Arab Islam. Maka prinsip-prinsip Islam tentang musyawarah, kesetaraan, keadilan dan toleransi berada di satu sisi, dan praktek politik berada di sisi yang lain. Bangsa Turki yang sedang terkoyak-koyak menguasai perjalanan para khalifah Abbasiah sejak pertengahan abad kesembilan Masehi. Berapa banyak khalifah yang meninggal dibunuh dan dilempar ke sungai Dajlah atau dilengserkan dari singgasana. Teror politik ini terus berlangsung pada era kerajaan-kerajaan yang dikenal dengan era Mamalik (1250-1517 Masehi), dimana pemerintahan dikelola oleh pihak yang menang, sebagaimana yang terjadi pada Sultan Izzuddin Aibik, Syajaruddar, Qathaz, dan yang lainnya. Selama periode teror politik dan perseteruan demi kekuasaan tersebut maka kekuatan-kekuatan Arab Islam tidak ragu menggunakan ragam cara yang paling keji dalam rangka peneguhan kekuasaan dan penyingkiran para saingan mereka.
Kedua: Faktor-faktor ekonomi:
Seorang peneliti tidak dapat mengabaikan pengaruh ekonomi dalam kesejahteraan peradaban dan kejatuhannya. Pertanian di belahan dunia Arab Islam sejak abad kesebelas Masehi tunduk pada metode produksi baru yang disebut dengan sistem feodalisme-militerisme. Sistem tersebut menetapkan bahwa seorang khalifah memberi jatah sebidang tanah kepada tiap panglima tentara sebagai pengganti gaji yang seharusnya diberikan kepada tiap panglima tentara oleh negara, namun sebaliknya panglima tentara itu harus tunduk langsung kepada khalifah dan menunaikan kewajiban-kewajiban materi, sosial, dan militernya. Sistem ini memberi kebebasan kepada para panglima tentara dalam kaitannya dengan tanah dan kaum tani yang bekerja di tanah mereka tanpa pengawasan atau undang-undang yang mengganjar mereka kecuali khalifah sendiri. Sistem ini diterapkan secara penuh di Mesir dan Syam di era Mamalik. Sistem ini menimbulkan malapetaka pada tanah dan kaum tani. Hal itu terlihat dengan jelas pada pajak resmi dan pajak tidak resmi, tunai dan non tunai, yang diambil dari kaum tani, ditambah lagi cara-cara keras dalam pengambilan pajak. Ragam penindasan tersebut telah mendorong kaum tani untuk lari dari pertanian ke perkotaan, yang mengakibatkan kerusakan tanah pertanian dari satu sisi dan menciptakan persoalan ekonomi, sosial dan keamanan dari sisi yang lain. Belum lagi wabah, banjir dan kemarau yang silih berganti yang menimpa produksi pertanian.
Demikian pula perdagangan di dunia Arab Islam mengalami penurunan secara drastis bukan hanya disebabkan perpajakan resmi dan tidak resmi, tindakan-tindakan provokasi dan perampasan yang dialami oleh para pedagang saja, tetapi juga perpecahan dunia Arab Islam dan perang saudara, yang mengakibatkan hilangnya rasa aman dan damai sepanjang jalur perdagangan, merebaknya pembajakan di darat dan laut, pengabaian jalur jalan dan menyebarnya rintangan-rintangan yang dihadapi oleh para pedagang yang membawa barang dagangan antara negara-negara Arab Islam yang berseteru.
Pendudukan orang-orang Salib atas kawasan pantai negeri Syam selama sekitar dua abad (1098-1291) telah mengakibatkan hilangnya peran para pedagang Arab Islam di Laut Tengah, pasar-pasar dan pelabuhan-pelabuhannya, dan juga peran mereka sebagai penengah antara Timur dan Barat, dimana peran ini diambil alih oleh bangsa Eropa secara umum dan bangsa Italia secara khusus.
Demikian pula pergerakan perdagangan mengalami kerugian yang besar akibat perseteruan antara bangsa Arab dan kaum Salib, penyerbuan-penyerbuan kaum Salib terhadap kafilah-kafilah dagang yang membawa barang dagangan antara negeri Syam, Mesir dan Jazirah Arab. Juga penyerbuan-penyerbuan bertubi-tubi bangsa Mongolia mulai dari era Jengis Khan (wafat 1227 Masehi), Holako (wafat 1265 Masehi), sampai Timur Lang (wafat 1406 Masehi) telah menimbulkan ragam malapetaka yang nyata pada perdagangan Arab Islam, dimana bangsa Mongolia telah menghancurkan puluhan kota yang dulunya merupakan pusat-pusat perdagangan besar seperti Samarkand, Bukhari, dan Badgdad. Setelah itu perdagangan Arab Islam mendapatkan pukulan kelak dari bangsa Portugis, hal itu karena penemuan Tanjung Harapan Baik tahun 1498 oleh Vasco de Gamma telah membuka jalan laut baru antara Eropa dan India, yang pada gilirannya bangsa Arab Islam mengalami kerugian dalam peran perdagangan dunia. Laut Merah kehilangan perannya sebagai jalan utama antara Timur Jauh dan Eropa. Negara Mamalik di Syam dan Mesir mengalami kerugian besar dalam devisa negara.
Perindustrian juga mengalami kesulitan yang sama dengan yang dialami oleh pertanian dan perdagangan, malah penurunan drastis di sektor perindustrian berkaitan erat dengan penurunan dua sektor itu. Para pengrajin mengalami tindakan-tindakan provokasi dan perampasan yang dilakukan oleh negara Arab Islam.
Lantaran kebanyakan perindustrian berada di perkotaan, maka perkotaan mengalami ragam pengrusakan, penghancuran, pembunuhan, perampasan dan pembakaran.
Demikian pula perindustrian mengalami pukulan yang menyakitkan dari bangsa Mongolia, dimana Jengis Khan telah memindahkan ratusan pengrajin dan ahli pahat dari kota-kota Arab Islam yang didudukinya seperti Nisabor dan kota-kota yang lain ke Mongolia.

Ketiga: Peruntuhan ilmu dan lembaga-lembaga ilmu:
            Peruntuhan kehidupan ilmiah merupakan salah satu sebab peruntuhan peradaban Arab Islam. Pemikiran inovatif telah lenyap dan mentalitas ilmiah telah hilang ditempati dengan khurafat dan alam ghaib. Kesusasteraan, sejak era Ayyubiah dan Usmaniah, sibuk dengan seni kaliografi tanpa peduli dengan kandungan ilmiahnya. Para sejarawan kecuali sebagian dari mereka seperti Ibnu Khaldun (wafat 1406 Masehi) dan Al Maqrizi (wafat 1441 Masehi) terus pokus pada penulisan tentang riwayat hidup para khalifah, sultan, raja, dan pemuka masyarakat.
            Peruntuhan pemikiran tersebut diakibatkan oleh beberapa faktor di antaranya:
1-      Ketiadaan pelindung ilmu dari para khalifah dan menteri. Kelemahan telah menimpa lembaga kekhalifahan itu sendiri. Telah berakhirlah era Abbasiah Pertama yang para khalifahnya adalah para ilmuwan. Mereka mengadakan majlis ilmu dan sastra di istana. Mereka mengalokasikan dana bagi lembaga-lembaga ilmu dan pengelolanya. Dan mereka membayar dengan emas untuk membeli buku-buku peradaban Arab Islam dan terjemahannya. Tetapi era Abbasiah Kedua tidak lagi peduli pada ilmu.
2-      Kekhalifahan Arab Islam mengaitkan ilmu dan lembaga-lembaganya dengan kepentingan-kepentingannya. Sejak permulaan era Salajik sejatinya menteri Salajik, Nizamulmuluk (wafat 1092 Masehi), mendirikan sekolah-sekolah, dan orang-orang Ayyubiah dan Mamalik membangun banyak dari sekolah-sekolah itu di Mesir dan negeri Syam, namun itu tidak mengakibatkan kebangkitan ilmu secara menyeluruh, karena negara mendominasi ilmu dan lembaga-lembaganya, dan menggiringnya ke arah bidang-bidang yang hanya melayani kepentingan-kepentingan politik, mazhab dan administrasinya. Buktinya:
a.       Pengaitan pendidikan di sekolah-sekolah itu dengan wakaf yang dialokasikan bagi sekolah-sekolah itu. Artinya bahwa pendanaan sekolah-sekolah itu tergantung pada pemenuhan syarat-syarat yang diberikan oleh pemberi dana. Jika syarat-syarat itu tidak dipenuhi maka pemberi dana menghentikan pendanaan dan menutup sekolah-sekolah itu. Dengan kata lain bahwa kelangsungan hidup sekolah-sekolah itu tergantung pada kerelaan pemberi dana, baik seorang sultan atau seorang pangeran, atas metode, pengajar dan pelajar di sekolah-sekolah itu.
b.      Sekolah-sekolah itu tidak melahirkan kaum ilmuwan tetapi kelompok pegawai yang bekerja di dewan catat negara dan instansi-instansi umum.
c.       Kebanyakan ilmu yang dipelajari di sekolah-sekolah itu adalah ilmu-ilmu keagamaan, karena tujuan pengajaran pada waktu itu adalah pengajaran keagamaan atau kemazhaban. Itu terlihat dengan jelas pada kekhalifahan Ayyubiah yang berdiri di atas reruntuhan kekhalifahan Fathimiah. Pada sisi yang lain sekolah-sekolah itu mengabaikan ilmu-ilmu alam dan filsafat, dimana sekolah-sekolah itu misalnya menjauhi pengajaran tentang pemikiran Yunani yang merupakan salah satu sumber peradaban Arab Islam pada era keemasannya.
3-      Teror pemikiran yang dilakukan oleh kekhalifahan Arab Islam sejak era Abbasiah Kedua merupakan faktor utama dalam peruntuhan kehidupan pemikiran dalam peradaban Arab Islam. Teror pemikiran itu mulai membasmi mazhab Mu’tazilah yang berpegang pada akal. Teror pemikiran ini sampai pada puncaknya di era Buihiah dan Salajik. Sumber-sumber menceritakan bahwa ketika ‘Adhduddaulah Al Buihi (wafat 983 Masehi) masuk Baghdad lalu dia perintahkan kepada Ketua Dewan Surat, yang pada waktu itu dijabat oleh Ibrahim bin Hilal Al Shabni, agar dia meyusun sebuah buku tentang sejarah negara keturunan Buih. Ibrahim pun mematuhi perintah itu dan mulai sibuk menyusun buku itu. Kemudian sampailah ke telinga ‘Adhdudaulah bahwa seorang teman Ibrahim pernah masuk ke ruang kerja Ibrahim lalu dia melihatnya sedang sibuk mencorat-coret, maka dia bertanya kepadanya tentang apa yang sedang dia kerjakan, maka Ibrahim menjawab kepada temannya: “Aku sedang menulis kebatilan-kebatilan dan menciptakan kebohongan-kebohongan”. Kemudian ‘Adhduddaulah memerintahkan kepada para pengawalnya untuk melempar Ibrahim ke kaki seekor gajah. Jika saja tidak ada campur tangan para pembesar Dewan Surat pastilah Ibrahim telah mati, dimana akhirnya ‘Adhduddaluah sepakat untuk membiarkannya tetap hidup, merampas harta kekayaannya dan menjebloskannya ke dalam penjara. Ibrahim mendekam di dalam penjara sampai dia dibebaskan pada hari-hari terakhir pemerintahan ‘Adhduddulah.
Keempat: Faktor-faktor moral:
            Sekelompok dari para peneliti memandang bahwa menjauhnya elit penguasa dan kelompok-kelompok yang berkoalisi dengannya dari nilai-nilai, akhlak, dan teladan Islam di bidang politik, sosial dan ekonomi merupakan salah satu faktor penting peruntuhan peradaban Arab Islam.
Pemisahan antara agama dan kehidupan, antara nilai-nilai serta akhlak Islam dan tindakan-tindakan politik, dominasi budaya takut, menyerah kepada kenyataan, dan merebaknya kemunafikan telah mengakibatkan munculnya banyak kerusakan dan penyimpangan akhlak dan penyakit-penyakit sosial yang mengancam masyarakat Arab Islam dari dalam dan melemahkan kekuatan mereka.

Kelima: Faktor-faktor luar:
            Kita tidak dapat mengabaikan pengaruh faktor-faktor luar dalam peruntuhan peradaban Arab Islam, di antaranya:
1-      Jatuhnya Cicilia di tangan kaum Norman. Sebagaimana diketahui bahwa kaum Norman mengambil kesempatan dari perpecahan yang berlangsung antara para pangeran Arab Islam di Cicilia dan mereka berhasil mengambilalih Cicilia dari para pangeran Arab Islam tahun 1091 Masehi. Dengan demikian bangsa Arab Islam kehilangan pusat yang mapan dan maju bagi peradaban mereka di selatan Eropa dan tempat strategi yang penting di Laut Tengah.
2-      Perang Salib (1098-1291). Sudah pasti perang Salib telah membuang percuma sumber-sumber ekonomi pada belahan timur dunia Arab Islam yang membawa bendera jihad melawan kaum Salib, terutama kehalifahan Zankiah, Ayyubiah dan Mamalik. Pembelian senjata, besi, kayu, budak belia, dan pembangunan benteng merupakan prioritas perancanan dan pendanaan. Demikian pula rasa cemas, takut dan semangat keagamaan yang mendominasi belahan timur dunia Arab Islam sepanjang dua abad dari perseteruan dengan kaum Salib, dari satu sisi telah memalingkan masyarakat dari ilmu dan budaya, dan dari sisi yang lain telah mengakibatkan kerugian yang sangat besar pada ekonomi yang merupakan sandaran utama bagi kemajuan peradaban.
3-      Penyerbuan-penyerbuan Mongolia. Penyerbuan-penyerbuan Mongolia merupakan penyerbuan-penyerbuan yang paling keji dan buas yang dialami oleh dunia Arab Islam. Bangsa Mongolia di era Jengis Khan telah memporakporandakan kota-kota ilmu, budaya, dan perdagangan di belahan timur dunia Arab Islam seperti Samarkand, Bukhari, Nisabor dan yang lainnya, yang memikili ratusan masjid, sekolah, perpustakaan, dan perdagangan. Belum lagi pembunuhan dan pengusiran ribuan ilmuwan dan sasterawan, penjarahan harta kekayaan yang terhimpun selama beberapa abad. Pada era cucunya Holako, bangsa Mongolia menduduki belahan timur dunia Arab Islam. Penjarahan dan penghancuran Baghdad yang merupakan ibukota kekhalifahan Abbasiah adalah malapetaka peradaban dan kemanusiaan. Kemudian datang penyerbuan-penyerbuan Timur Lang untuk mengingatkan kepada dunia tentang kebuasan para pendahulunya dari bangsa Mongolia.
4-      Kejatuhan Andalusia di tangan bangsa Spanyol. Sebelum kejatuhan Cicilia di tangan Norman sesungguhnya bangsa Spanyol telah mulai melancarkan apa yang disebut dengan “perang pengembalian”, yaitu pengembalian Andalusia dari bangsa Arab Islam. Mereka berhasil mengembalikan Andalusia setapak demi setapak sampai keberadaan Arab Islam di dalamnya berakhir dengan penyerahan Granada dari Bani Ahmar kepada bangsa Spanyol. Dengan demikian bangsa Arab Islam kehilangan sebuah negeri yang memiliki kekayaan ekonomi dan letak strategi yang penting di pantai barat dari Laut Tengah. Keluarnya bangsa Arab Islam dari Andalusia berarti hilangnya tapak kaki mereka di benua Eropa, di samping itu mereka kehilangan sebuah negeri mapan dan hadari bahkan lebih unggul di banyak bidang dari peradaban saudara-saudara di belahan timur dunia Arab Islam pada waktu itu. Perang yang panjang antara bangsa Arab dan bangsa Spanyol di Andalusia telah mengakibatkan banyak tindakan-tindakan penghancuran bagi peradaban Arab Islam, dan larinya ribuan dari ilmuwan Arab Islam ke Maroko, Mesir dan negeri Syam. Lebih dari itu bangsa Spanyol sendiri telah mengambil langkah yang bertentangan dengan langkah yang diambil oleh bangsa Norman di Cicilia terhadap peradaban Arab Islam, dimana mereka menjalankan kebijakan yang bertujuan menghapus jejak materi bangsa Arab dan warisan ilmiah mereka. Orang-orang Spanyol yang fanatik, terutama orang-orang Inquisisi Katolik tidak ragu untuk membakar banyak dari perpustakaan-perpustakaan dan lembaga-lembaga ilmu Arab Islam yang dulunya menghiasi kota-kota Andalusia. Salah seorang pemuka keuskupan membakar 80.000 jilid buku perdaban Arab Islam setelah mereka menguasai Andalusia.
Penutup:
            Ini adalah sebagian dari sisi-sisi kisah kelemahan dan keruntuhan peradaban Arab Islam. Sebuah kisah yang panjang dan rumit. Latar kejadian-kejadian di dalamnya luas. Faktor-faktor yang berperan dalam keruntuhannya banyak dan saling kait, dimana kita tidak dapat memisahkan satu dengan yang lainnya. Kisah ini sejatinya adalah kisah perpecahan kita, perseteruan kita, dan kegagalan kita dalam menjaga peradaban kita sebagaimana sepatutnya kita menjaganya. Ini adalah kisah pembunuhan akal dan kebebasan dalam sejarah kita, secara individu maupun secara kelompok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar