Rabu, 13 Februari 2013

Pemahaman Islam Dan Muslimin Dalam Al Qur’an Al Karim
        Tema makalah ini bisa jadi memicu kemarahan dan penolakan dari sebagian ulama dan kelompok keras kaum Muslimin yang berpegang teguh pada penafsiran Al Qur’an Al Karim secara taqlid dan kuno.
        Sesungguhnya kebanyakan ahli fiqih dan ahli tafsir ketika mereka menafsirkan Islam atau Muslimin selalu bersegera dengan menafsirkan bahwa Islam adalah agama yang diturunkan kepada Rasulullah s.a.w. pada abad ketujuh Masehi di Jazirah Arab. Sedang Muslimin adalah para pengikut Rasulullah s.a.w. Demikian pula kebanyakan dari para penerjemah yang menerjemahkan makna-makna Al Qur’an Al Karim ke bahasa Indonesia, Inggris atau Prancis, mereka lebih cenderung pada penafsiran Al Qur’an Al Karim secara taqlid dan kuno.
        Kita mencatat bahwa penafsiran taqlid kuno itu dianggap anachronism yaitu bertentangan dengan konteks sejarah bagi peristiwa-peristiwa yang diceritakan oleh ayat-ayat Al Qur’an.
Karena bagaimana mungkin kata Islam dan Muslimin datang dari ucapan Fira’un, Ibrahim a.s. dan Hawariyyun, dimana mereka semuanya hidup dan wafat jauh sebelum Muhammad Rasulullah s.a.w. dilahirkan, sebelum Al Qur’an Al Karim diturunkan, dan sebelum Islam disebarkan di Jazirah Arab.
Sebagian ahli fiqih menjawabnya dengan mengatakan: ”Sesungguhnya Islam itu sudah ada”. “Sesungguhnya seluruh rasul itu adalah Muslimin dan mereka membawa berita gembira tentang Islam”. “Sesungguhnya kenabian itu tidak putus dan silsilah nabi-nabi pun tidak putus karena mereka menyebarkan satu agama yaitu Islam”.     
        Kata “Islam” di dalam banyak ayat Al Qur’an Al Karim bukan hanya berarti kerasulan Muhammad s.a.w. saja, tetapi juga berarti kepatuhan pada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan agama ketauhidan kepada Allah yaitu “monotheism”. Dan penggalan pertama dari syahadatain yaitu “Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah”.
Jika kita ambil sebagai contoh firman Allah Ta’ala: {Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi}.[1]
Kata “Islam” dalam ayat di atas tidak hanya berarti agama yang diturunkan kepada Muhammad Rasulullah s.a.w. saja, tetapi juga berarti pemahaman “menyerahkan diri” kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan iradah-Nya. Islam juga berarti “agama pertama yaitu agama fitrah” yang dikenal oleh umat manusia sejak permulaan ketauhidan kepada Allah yaitu agama yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’qub, anak-anaknya, Musa, Isa, dan seluruh nabi dan rasul. Islam adalah agama ketauhidan yang berdasarkan pada iman kepada Allah Yang Maha Esa, iman kepada malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, hari kiamat, dan qadr. Sesungguhnya Muhammad Rasulullah s.a.w. adalah rasul terakhir dari rasul-rasul sebelumnya yang datang membawa berita gembira, menyebarkan agama Islam, dan datang untuk menyempurnakan kerasulan-kerasulan mereka semuanya. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: {Katakanlah: "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nyalah kami muslimun (menyerahkan diri)"}.[2]
Pemahaman yang sama kita dapati dalam firman Allah Ta’ala: {Katakanlah: "Hai ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah". Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang muslimun (berserah diri)}.[3] Tidaklah masuk akal jika kata “muslimun” dalam ayat di atas itu berarti para pengikut Muhammad s.a.w., namun berarti agar ahli Kitab bersaksi bahwa sesungguhnya mereka beriman kepada Allah Yang Maha Esa dan mereka berserah diri kepada-Nya dan kepatuhan mereka kepada Allah adalah kepatuhan yang mutlak.
Demikian pula halnya dengan firman Allah: {Maka tatkala Isa mengetahui kekafiran (keingkaran) mereka (Bani lsrail) berkatalah dia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?" Para Hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: "Kamilah penolong-penolong (agama) Allah, kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang muslimun (yang berserah diri)}.[4]
        Maka tidak masuk akal jika para pengikut setia Isa a.s. adalah muslimin dalam arti para pengikut Muhammad Rasulullah s.a.w. jauh sebelum Islam diturunkan kepada Rasulullah s.a.w., bahkan sebelum kelahiran Muhammad s.a.w., tetapi arti muslimin disini adalah berserah diri kepada Allah dan mereka beriman kepada Allah Yang Maha Esa.
        Demikian pula pemahaman “kekafiran” dalam ayat di atas dengan arti ketidakpercayaan kepada kerasulan Isa bukan dengan arti syirik kepada Allah. Karena Hawariyyin bukanlah orang-orang yang syirik, karena mereka dahulu orang-orang Yahudi dan orang-orang Yahudi percaya kepada ketauhidan Allah Yang Maha Esa. Tetapi mereka ingkar kepada Isa sebagai seorang nabi, dan mereka juga ingkar kepada Muhammad sebagai seorang nabi. Dengan kata lain mereka ingkar kepada kerasulan Isa dan Muhammad, yaitu bahwa mereka tidak beriman kepada Isa dan tidak pula kepada Muhammad. Mereka tidak percaya kepada keduanya dan mereka ingkar kepada keduanya, tetapi mereka tidak ingkar kepada Allah Yang Maha Esa.
        Dapatkah kita dari pemahaman ini menafsirkan firman Allah Ta’ala: {Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga", Padahal sekali-kali tidak ada tuhan selain dari Tuhan yang Esa}.[5]
        Dan firman Allah Ta’ala:  {Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam"}.[6]
        Maksudnya adalah bahwa mereka ingkar kepada kerasulan Muhammad s.a.w. tanpa ingkar kepada Allah atau syirik kepada-Nya. Dengan kata lain mereka bukanlah orang-orang yang musyrik.
        Sesungguhnya perbedaan sangatlah besar antara orang-orang musyrik yang menyembah banyak tuhan seperti tuhan matahari, tuhan keindahan, tuhan cinta, dan tuhan-tuhan yang lainnya sebagaimana dilakukan oleh bangsa Yunani, Fira’un, dan orang-orang musyrik di Jazirah Arab sebelum pengutusan Muhammad Rasulullah s.a.w., dan antara orang-orang yang beriman kepada Allah tetapi mereka ingkar kepada Muhammad s.a.w.
        Dari sini bisakah kita menganggap orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristen dari para pengikut Isa, terutama para pengikut Protestan yang tidak percaya kepada trinitas, bahwa mereka bukanlah orang-orang musyrik, tetapi mereka ingkar kepada kerasulan Muhammad s.a.w. tanpa ingkar kepada Allah dan tanpa syirik kepada Allah Yang Maha Esa?
        Demikian pula dengan firman Allah Ta’la: {Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya}.[7]
        Kata “Islam” dalam ayat di atas juga berarti “berserah diri” kepada Allah Yang Maha Esa.
        Karena orang-orang yang telah diberi Al Kitab (yaitu orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristen), mereka telah ada sebelum Islam diturunkan sebagai agama yang baru kepada Muhammad Rasulullah s.a.w. Maka tidaklah logis jika kita menerangkan dan menafsirkan ayat di atas bahwa kata “Islam” disini berarti agama yang diturunkan Allah pada Muhammad Rasulullah s.a.w., karena penafsiran yang demikian itu tidak logis dan tidak pula pragmatis.
        Sekarang kita harus menafsirkan Al Qur’an Al Karim dengan penafsiran yang logis bukan dengan penafsiran sebab-sebab nuzul tiap ayat. Karena Al Qur’an Al Karim diturunkan bagi seluruh manusia, di tiap tempat dan untuk segala zaman, maka jika kita tetap menafsirkan Al Qur’an Al Karim dengan sebab-sebab nuzul tiap ayat maka niscaya Al Qur’an Al Karim dan Islam menjadi terbatas dan hanya khusus bagi kaum yang kepada mereka Al Qur’an Al Karim itu diturunkan yaitu bangsa Arab Jazirah Arab di abad ketujuh Masehi saja. Hal itu bertentangan dengan pendapat bahwa Islam adalah agama universal yang berlaku kapan saja dan dimana saja. Juga bertentangan dengan globalisasi Islam, dengan berlakunya Islam sebagai agama universal bagi  masyarakat-masyarakat Barat di Eropa, Amerika, dan Australia.



Itu pulalah arti yang ada dalam ayat sebelum ayat di atas: {Allah menyatakan bahwasanya tidak ada tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana}.[8]


[1] Surat Ali Imran: 85
[2] Surat Ali Imran: 84
[3] Surat Ali Imran: 64
[4] Surat Ali Imran: 52
[5] Surat Al Maa-idah: 73
[6] Surat Al Maa-idah: 72
[7] Surat Ali Imran: 19
[8] Surat Ali Imran: 18

Tidak ada komentar:

Posting Komentar