Rabu, 13 Februari 2013

Kaisar Frederick II dan peradaban Arab Islam
        Sudah pasti tidak ada seorang pun dari kaum patriarch Barat di abad pertengahan yang sangat kagum dan amat terpengaruh pada peradaban Arab Islam dibandingkan dengan Kaisar Frederick II yang keterpengaruhannya tidak hanya terbatas pada pribadinya dan istananya saja, namun juga meliputi lembaga-lembaga kenegaraannya, baik di bidang ilmu, militer, ekonomi maupun sosial. Siapakah Frederick II itu? Mengapakah sikapnya dari peradaban Arab Islam berbeda dengan kebanyakan raja-raja Eropa yang hidup semasanya? Dan bidang-bidang apa saja dalam peradaban Arab Islam yang dikaguminya?
        Frederick II lahir di Palermo ibukota Cicilia tahun 1194 Masehi dari seorang bapak asal Jerman yaitu Kaisar Henry VI putera Kaisar Frederick Barbarusia dan dari seorang ibu asal Norman yaitu Constance puteri Raja Norman Roger II dan pewaris tahta Cicilian dan Italia Selatan. Frederick II menyandang gelar yang belum pernah disandang oleh seseorang kecuali dirinya. Dia dinobatkan sebagai raja Cicilia tahun 1198 Masehi, sebagai raja Jerman tahun 1212 Masehi, sebagai kaisar kekaisaran Norman tahun 1220 (mencakup Jerman, Italia, dan Cicilia), dan sebagai raja Baitulmaqdis tahun 1229 Masehi. Namun demikian Frederick II tumbuh berkembang dan menghabiskan kebanyakan masa hidupnya di Cicilia.
Faktor-faktor pembentukan:
        Ada tiga faktor utama yang telah membentuk sikap positif Frederick II dari peradaban Arab Islam yaitu: 
1-   Pendidikan dan budaya Frederick II, dimana dia tidak tunduk pada pendidikan monastri yang ketat dan fanatik seperti rekan-rekannya dari anak-anak para raja dan pangeran Barat di abad pertengahan. Pendidikannya jauh dari pengaruh gereja. Walau dia membaca buku-buku karangan para bapa suci gereja seperti tulisan-tulisan Bapa Suci Agustin (wafat 430 Masehi) namun pendidikannya dan budayanya lebih dikuasai oleh karakter sekularisme, dimana warisan Yunani ikut berperan dalam pembentukan budayanya. Frederick II membaca tulisan-tulisan Aristotles walau Tahta Suci melarang peredaran, merampas dan bahkan membakarnya. Demikian pula dia memperlajari warisan bangsa Norman terutama buku-buku yang ditulis oleh Vergill, Cicron, Caesar, Marcos, Oreolius dan yang lainnya. Pengaruh-pengaruh pendidikan dan budaya tersebut telah membantu membuka akalnya yang selalu ingin tahu tentang dunia pemikiran yang jauh dari pemikiran keuskupan dan monastri yang sempit yang tersebar luas di Eropa pada masanya.
2-  Jejak-jejak peradaban yang diwarisi oleh Frederick II dari bapak-bapak leluhurnya para raja Cicilia dari bangsa Norman, diman para leluhur Norman telah berjasa dalam pemeriharaan peradaban Arab Islam di Cicilia setelah mereka menguasainya tahun 1091 Masehi. Bangsa Arab Islam di Cicilia tetap merupakan unsur masyarakat yang paling hadari dan tetap memiliki kedaulatan moral. Kepada merekalah raja-raja Norman yang tidak mempunyai peradaban itu berpegang dalam pengelolaan kerajaan, penyusunan istana, pengembangan ilmu, penataan ekonomi, dan kepemimpinan armada mereka. Siapakah dari kita yang tidak tahu kedudukan agung yang disandang oleh Syarif Al Idrisi di istana Raja Roger II (1154 Masehi) di Palermo, dimana dia menyusun beberapa peta untuk sang raja dan menulis bukunya yang kesohor Nuzhatul Musytaaq Fi Ikhtiraaqil Afaaq yang kemudian menjadi pegangan Eropa dalam geografi. Sumber-sumber memastikan bahwa tiga dari raja-raja Norman di Cicilia telah mengambil gelar-gelar Arab dan memunculkannya pada mata uang dan ukiran mereka. Bahasa Arab termasuk bahasa-bahasa yang diakui oleh kerajaan Norman di samping bahasa Latin dan Yunani. Sesungguhnya rahasia di belakang tetap hidupnya peradaban Arab Islam di Cicilia adalah kebijakan toleransi yang dijalani oleh raja-raja Norman terhadap umat Islam di Cicilia. Fakta-fakta itu semuanya dipastikan oleh Al Indrisi dan Ibnu Jubair yang pernah berkunjung ke Cicilia pada era kerajaan Norman. Frederick II tidak hanya diwarisi oleh bapak-bapak leluhurnya dari bangsa Norman sebuah negara di Cicilia yang didominasi oleh karakter Arab Islam, tetapi juga diwarisi hubungan baik antara kerajaan Norman dan umat Islam yang hidup di sana.
3-  Pengalaman Frederick II sendiri bersama bangsa dan peradaban Arab Islam merupakan faktor penentu dalam pembentukan sikapnya yang positif dari peradaban Arab Islam. Istana yang dia berdiam di dalamnya di Palermo setelah dinobatkan sebagai raja Cicilia adalah istana salah satu pangeran Arab Islam, yang dibangun tahun 1000 Masehi oleh para insinyur Arab, dan dihiasi oleh ukiran-ukiran Arab. Frederick II sejak masa kecilnya membangun hubungan baik dengan rekan-rekannya dari bangsa Arab Islam di Cicilia. Dia belajar dari sejumlah ilmuwan Arab Islam. Dia mendengar tentang para sastrawan dan filsuf Arab Islam yang berasal dari Arab Cicilia sebelum dia membaca tilisan-tulisan mereka. Sudah pasti potret dan kesan masa kecil membentuk arah akal dan pemikiran, kemudian hubungannya dengan bangsa Arab Islam mulai meluas dan mendalam bersamaan dengan kemampuannya berbahasa Arab dan hubungannya menguat dengan para sultan dari kekhalifahan Ayyubiah di Mesir dan negeri Syam seperti Sultan Al Kamil dan puteranya Al Malikushaleh, dengan para khalifah Al Muwahiddin di Maroko seperti Abdulwahid Al Rasyidi. Kemudian pengetahuannya tentang peradaban Arab Islam bertambah luas tatkala dia memimpin ekspedisi Salib VI (1228-1229 Masehi) ke negeri Syam. Ditambah lagi dialog-dialog tentang ilmu dan filsafah yang berlangsung antara dirinya dan para ilmuwan Arab Islam di belahan timur maupun belahan barat dunia Arab Islam.
Penghormatan kepada Islam:
        Sikap Frederick II yang positif dari peradaban Arab Islam terlihat dengan jelas pada perhormatannya kepada Islam dan muslimin dari satu sisi dan pada kekagumannya terhadap peradaban Arab Islam dari sisi yang lain. Tentang penghormatannya kepada Islam dan muslimin terlihat dengan jelas dalam berbagai fakta di antaranya:
1-   Kebijakan toleransi agama yang dijalani oleh Frederick II terhadap kaum muslimin di negerinya. Dikatakan bahwa setelah dinobatkan sebagai raja di Cicilia dia berkeliling ke kawasan-kawasan pemukiman masyarakat kristiani dan masyarakat muslimin di Palermo agar semua tahu bahwa dia adalah raja untuk semua, walau dewan keuskupan, yang mengelola Cicilia sebelum penobatan Frederick II sebagai raja, telah memperlakukan buruk masyarakat muslimin di sana.
2-  Sikap ragu Frederick II selama delapan tahun dalam pelaksanaan janjinya kepada Tahta Suci untuk melakukan ekpedisi Salib melawan kaum muslimin adalah bukti nyata atas ketidakpercayaannya kepada rencana Salib, bahkan dia tidak menemui suatu dasar atau alasan moral untuk melakukan ekspedisi Salib melawan bangsa Arab Islam yang dia sendiri tumbuh berkembang di dalam peradaban mereka, memperlajari bahasa mereka, mengagumi budaya dan adat istiadat mereka, bahkan Frederick II dilarang masuk ke dalam gereja karena dia tidak memenuhi janjinya itu. Pada akhirnya dia memimpin ekspedisi Salib VI (1228-1229) dan berhasil meraih Baitulmaqdis tanpa menumpahkan setetespun darah seorang muslim atau seorang kristiani, hal itu dengan meminta kerelaan Sultan Al Kamil dari kekhalifahan Ayyubiah. Frederick II memastikan kepada Sultan Al Kamil bahwa dia sesungguhnya tidak ingin menguasai Quds dan tidak pula kawasan yang lain jika tidak karena rasa takutnya atas kedudukannya di dunia kristiani kalau dia pulang tanpa hasil dalam ekspedisi Salibnya.
3-  Frederick II memperlihatkan rasa hormatnya yang besar terhadap tempat-tempat suci Islam di Palestina selama kunjungannya ke Quds setelah penandatanganan Yafa antara dirinya dan Sultan Al Kamil tahun 1229 Masehi. Hal itu terlihat dengan jelas dalam banyak sikapnya di antaranya:
a.   Kaisar Frederick II meminta izin kepada Sultan Al Kamil untuk mengunjungi Quds. Sultan Al Kamil menyetujuinya lalu meminta dari hakim Nables bernama Syamsuddin untuk mendampingi sang kaisar dalam kunjungan tersebut. Sumber-sumber meriwayatkan bahwa Sultan Al Kamil meminta kepada hakim Syamsuddin agar para mu’azin tidak naik ke atas mimbar untuk mengumandangkan azan selama kunjungan sang kaisar ke Quds sebagai penghormatan kepadanya. Tetapi hakim Syamsuddin lupa untuk memberitahukan kepada para mu’azin tentang perintah sang sultan lalu seorang mu’azin di rumahnya bernama Abdulkarim naik ke atas mimbar di waktu Sahur dan mulai membacakan ayat-ayat Al Qur’an tentang kaum kristiani, sementara sang kaisar menginap di rumah hakim Syamsuddin. Tatkala matahari terbit hakim Syamsuddin memanggil mu’azin itu dan menyampaikan keluhan kepadanya dan memberitahukan tentang perintah sang sultan. Pada malam kedua Abdulkarim tidak mengumandangkan azan seperti biasanya, maka sang kaisar pun memanggil hakim Syamsuddin dan bertanya kepadanya sambil mengeluh bahwa dia tidak mendengar suara mu’azin pada malam itu, lalu hakim Syamsuddin memberitahukan tentang perintah sang sultan lalu sang kaisar membalasnya dengan marah: “Kamu telah berbuat kesalahan dengan perilakumu tersebut, karena tujuan utamaku tinggal di Quds adalah untuk mendengar azan kaum muslimin dan tasbih mereka di malam hari. Apakah kalian dibolehkan merubah ritual-ritual kalian hanya sekedar menyenangkanku? Apakah kamu mengira jika kamu datang ke negeriku maka aku akan melarang gereja-gereja membunyikan loncengnya sebagai perhormatan kepadamu? Demi Allah hal itu tidak akan pernah terjadi”.
b.   Frederick II mengunjungi Masjidilaqsha dengan didampingi oleh hakim Syamsuddin. Dia kagum dengan keindahan bangunan, lampu-lampu yang bergantungan, karpet, dan mozaik. Dia melepas sepatunya sebelum masuk ke dalam masjid. Dia melihat ukiran pada Dome of Rock bertuliskan: “Shalahuddin telah membersihkan rumah suci ini dari orang-orang yang musyrik”, lalu dia bertanya kepada hakim Syamsuddin: “Siapakah orang-orang yang musyrik itu?” Mendengar pertanyaan itu hakim Syamsuddin merasa kaget dan dengan gemetar dia menjawab: “Yang dimaksud dengan orang-orang musyrik itu adalah orang-orang Salib”. Namun Kaisar Frederick II tidak memperlihatkan rasa kecewanya.
c.   Sebelum meninggalkan Masjidilaqsha sang kaisar merasa terkejut tatkala melihat seorang pendeta membawa sebuah kitab Injil sedang berjalan menuju mihrab dengan memakai sandal yang kotor, maka dia marah sekali dengan perilaku pendeta itu lalu memukulnya dengan keras sehingga pendeta itu jatuh ke lantai. Sambil berteriak sang kaisar berkata kepadanya: “Hai babi, mengapa kamu datang ke sini pada saat ini, ketika sang sultan memberikan kesempatan kepada kita untuk mengunjungi tempat-tempat ini. Tidaklah boleh dalam situasi apapun melanggar tempat suci ini. Dan barangsiapa dari kalian berani masuk ke tempat ini dengan cara yang tidak layak dan tanpa izin, maka akan aku congkel kedua matanya dan akan aku sayat kulitnya hidup-hidup”, kemudian pendeta itu pergi sambil gemetar ketakutan. Kejadian tersebut merupakan pelajaran berharga bagi orang-orang Salib.
Ilmuwan istana:
        Keterpengaruhan Kaisar Frederick II dengan peradaban Arab Islam telah terlihat dalam banyak bidang. Di antaranya bidang-bidang ilmu dan hal itu tampak jelas pada:
1-   Frederick II mendatangkan ke istananya di Palermo sejumlah ilmuwan yang menerjemahkan banyak dari tulisan-tulisan bangsa Yunani dan bangsa Arab Islam dari bahasa Arab ke dalam bahasa Latin. Di antara para ilmuwan itu adalah ilmuwan Mikhail Scot asal Skotlandia yang dianugerahi gelar “sang filsuf istana”. Scot menerjemahkan beberapa buku Aristotles dari bahasa Arab ke dalam bahasa Latin. Di antaranya buku: Hewan, Langit dan Alam dan yang lainnya. Scot juga menerjemahkan buku Ilmu Hewan karangan Ibnu Sinaa’, dan tulisan-tulisan Ibnu Rusyd seperti Penjelasan Metafisika, Penjelasan Langit dan Alam, dan buku Ilmu Falak karangan Bitruji. Demikian pula Frederick II mendatangkan ke istananya ahli matematika Leonardo Pizave asal Italia dan mendorongnya untuk menggunakan angka-angka Arab, Aljabar, dan meninggalkan angka-angka Rumawi yang rumit. Istana Frederick II juga menarik sejumlah ilmuwan Arab seperti Theodor Antakia yang merupakan ilmuwan dalam filsafat, matematika, ilmu falak, dan kedokteran. Theodor bekerja sebagai dokter khusus sang kaisar dan menerjemahkan tulisan-tulisan berbahasa Arab ke dalam bahasa Latin.
2-  Frederick II mengambil manfaat dari warisan Arab Islam dalam pengembangan pendidikan tinggi di negerinya. Dia mengembangkan secara besar-besaran metode-metode fakultas kedokteran di universitas Salreno yang didirikan pada abad kesembilan Masehi, berdasarkan tulisan-tulisan kedokteran yang diterjemahkan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Latin oleh Kostantin tahun 1087 Masehi. Salreno telah menjadi pusat penting untuk memindahkan ilmu-ilmu kedokteran Arab ke Eropa. Ilmu-ilmu yang diterjemahkan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Latin juga memdapatkan tempat yang agung dalam metode pendidikan universitas Napoli yang didirikan oleh Frederick II tahun 1224 Masehi, terutama buku-buku terjemahan yan Frederick II mengambil manfaat dari warisan Arab Islam dalam pengembangan pendidikan tinggi di negerinya. Dia mengembangkan secara besar-besaran metode-metode fakultas kedokteran di universitas Salreno yang didirikan pada abad kesembilan Masehi, berdasarkan tulisan-tulisan kedokteran yang diterjemahkan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Latin oleh Kostantin tahun 1087 Masehi. Salreno telah menjadi pusat penting untuk memindahkan ilmu-ilmu kedokteran Arab ke Eropa. Ilmu-ilmu yang diterjemahkan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Latin juga memdapatkan tempat yang agung dalam metode pendidikan universitas Napoli yang didirikan oleh Frederick II tahun 1224 Masehi, terutama buku-buku terjemahan yang berkaitan dengan kedokteran, matematika, dan filsafat. Bahkan Frederick II menjadikan universitas Napoli sebagai akademi perpindahan ilmu-ilmu Arab ke Eropa. 
3-  Frederick II sangat peduli pada ilmu dan pengetahuan, bahkan kereta kudanya dalam tiap perjalanan selalu membawa perpustakaan berjalan yang isinya tidak kurang dari seratus buku. Dia mempunyai perhatian pribadi pada filsafat Islam. Dia selalu mengadakan dialog dengan para filsuf dan ilmuwan Arab baik di dalam maupun di luar Cicilia. Sebagaimana diketahui Frederick II mengirim beberapa pertanyaan yang dikenal dengan “Pertanyaan Cicilia” kepada Khalihaf kekhalifahan Al Muwahiddin yaitu Abdulwahid Al Thani Al Rasyidi (wafat 1242), yang pada gilirannya menyampaikannya kepada filsuf dan sufi Ibnu Sab’in, yaitu pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan teori Aristotles sekitar kekekalan alam semesta, kekekalan roh, ilmu ilahi, dan yang lainnya. Ibnu Sab’in menulis risalahnya yang kesohor Jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan Cicilia sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan sang kaisar. Demikian pula sang kaisar selalu mengirim pertanyaan-pertanyaan tentang filsafat, ilmu tehnik dan matematika kepada sahabatnya Sultan Al Kamil, yang pada gilirannya memperlihatkan kepada para ilmuwan di Mesir dan negeri Syam seperti Alamuddin Al Hanafi untuk menjawabnya. Dialog-dialog antara Frederick II dan para ilmuwan Arab mengungkap kedalaman budaya sang kaisar dari satu sisi, dan membuktikan kedewasaan dan peran para ilmuwan dan filsuf Arab Islam dalam kebangkitan Barat dari sisi yang lain.
Pasukan pengawal dan tentara kaisar:
        Pengaruh peradaban Arab Islam juga terlihat dengan jelas di istana sang kaisar, pasukan pengawalnya dan tentaranya, dimana semua itu dibalut dengan cirikhas Arab Islam. Frederick II menggabungkan ke dalam istananya sejumlah besar dari para ilmuwan, dokter, pegawai dan pelayan Arab Islam yang dia percayai. Dia menyertakan sebagian dari mereka dalam perjalanannya. Misalnya tatkala dia pergi ke Jerman untuk dinobatkan sebagai raja dia tidak menyertakan kecuali pelayan-pelayannya dari bangsa Arab, hal itu karena rasa percayanya bahwa mereka tidak akan bersekongkol terhadapnya.
Demikian pula anggota pasukan khusus yang bertugas untuk melindunginya adalah orang-orang Arab. Mereka selalu berada di sampingnya dalam tiap langkah yang diambilnya dan tetap setia kepadanya sampai akhir hayatnya. Frederick II selalu memperlihatkan kekagumannya pada keperkasaan mereka, keberanian mereka, dan ketulusan mereka kepadanya. Pasukan pengawal kaisar itu lebih menyerupai pasukan-pasukan pengawal para sultan Arab Islam ketimbang pasukan-pasukan pengawal raja-raja Barat. Para pembawa tombak dan penunggang kuda dalam pasukan pengawal kaisar itu adalah orang-orang Arab. Pasukan pengawal kaisar juga terdiri dari sebuah grup dari para pemanah dari orang-orang Arab yang membawa busur panah buatan Arab. Pasukan pengawal kaisar juga meliputi seekor gajah yang di pungguhnya terdapat tempat duduk yang diduduki oleh dua orang prajurit yang bertugas meniup trompet. Gajah itu hadiah dari Sultan Al Kamil. Pasukan pengawal kaisar itu juga terdiri dari seekor zerafah hadiah dari Sultan Al Kamil. Orang-orang Eropa merasa terkejut karena mereka belum pernah melihat pasukan seperti itu di negeri mereka. Grup yang bertugas mengamankan bagian belakang dari pasukan pengawal kaisar adalah para pembawa tombak dari orang-orang Arab. Orang-orang Arab merupakan unsur utama tentara Frederick II. Mereka dikenal karena keberanian dan kecakapan dalam menunggang kuda, melempar tombak, dan tidak pernah terpengaruh oleh persekongkolan musuh-musuhnya, khususnya dari Paus dan orang-orangnya. Frederick II memperlengkapkan grup Arab itu dengan senjata ringan untuk cepat bergerak. Grup Arab itu tidak saja memainkan peran menonjol dalam pertempuran tetapi juga berperan dalam menebar rasa aman dalam negeri, dimana grup itu berhasil membasmi gerakan-gerakan pemberontakan dan pembangkangan.
Industry dan seni:
        Demikian pula keterpengaruhan Frederick II dengan peradaban Arab Islam terlihat dengan jelas di bidang industry dan seni. Industry sutera dan tenun mendapatkan tempat yang agung di kekaisarannya sebagaimana halnya pada era bapak-bapak leluhurnya bangsa Norman. Jubah kekaisaran yang dipakai oleh Frederick II ketika dinobatkan sebagai raja Cicilia tahun 1198 Masehi adalah buatan Arab, yaitu jubah kakeknya Roger II yang dibuat dari sutera, diukir dengan l Jubah kerajaan yang dipakai oleh Frederick II ketika dinobatkan sebagai raja Cicilia tahun 1198 Masehi adalah buatan Arab, yaitu jubah kakeknya Roger II yang dibuat dari sutera, diukir dengan lapisan emas, ditaburi ribuan mutiara kecil dan batu mulia, dan dicap dengan tulisan Arab yang bertuliskan: “Dibuat di Cicilia tahun 528 Hijriah”, yang bertepatan dengan tahun 1130 Masehi, yaitu tahun penobatan Roger II sebagai raja di Palermo.
        Demikian pula jubah yang dipakai oleh Frederick II ketika dinobatkan sebagai kaisar di Roma di tangan Paus Honorius III tahun 1220 Masehi adalah buatan Arab, dibuat dari sutera, diukir dengan tulisan-tulisan Arab, dilapisi dengan lapisan emas, dihiasi dengan batu mulia, bergambarkan dua singa sedang berhadapan, dibuat tahun 1181 Masehi di ruang karya kerajaan oleh ahli tenun Arab. Demikian pula bantal-bantal yang dipakai di istana-istana Frederick II adalah bantal-bantal sutera dan ditenun dengan tenunan Arab yang rapih. Seni Arab juga mempunyai tempat yang khusus dalam kekaisaran Frederick II. Orang-orang Arab bekerja di ruang karya kerajaan yang khusus untuk membuat mozaik. Gereja istana kerajaan di Palermo adalah ibarat ruang megah dilapisi emas yang dihiasi oleh mozaik Arab, Yunani, dan Norman. Demikian pula kelompok-kelompok seni rupa dan seni suara mendatangkan banyak seniman Arab. Para pemetik gitar yang dipelajari oleh Frederick II di masa mudanya adalah para pemetik gitar asal Arab yang tinggal di Palermo.
Para pedagang Arab Islam telah membawa banyak barang dagangan dari ke Cicilia dan dai sana dibawa ke seluruh penjuru Eropa. Karpet yang ditebar di istana-istana Frederick II adalah buatan Persia dan berlukiskan lukisan-lukisan Timur. Kertas yang digunakan di kerajaannya adalah kertas buatan China yang sampai kepada orang-orang Barat melalui orang-orang Arab. Dengan kata lain bahwa Cicilia mengenal kertas sebelum dibawa ke Eropa. Kompas yang digunakan oleh para pelaut Frederick II dalam menakhodai armadanya di Laut Tengah dibawa oleh orang-orang Arab dari China ke Barat.
Sudah tentu bahwa ekspedisi Salib yang dipimpin oleh Frederick II ke negeri Syam (1228-1229 Masehi) telah mencapai pencapaian politik yang besar dengan penguasaan Baitulmaqdis, tetapi pencapaian yang cepat hilang, dimana orang-orang Arab Islam dapat mengembalikan Quds setelah limabelas tahun dari ekspedisi itu yaitu tahun 1244 Masehi. Tetapi yang dicapai oleh Frederick II pada tingkat peradaban dari ekspedisinya itu adalah lebih penting dan lebih kekal. Di samping dialog-dialog ilmiah antara dirinya dan para ilmuwan Mesir dan Syam ketika itu, dia juga selama berada di negeri Syam mempelajari seni arsitektur Arab Islam, terutama benteng yang dia sangat kagumi. Dia mengambil manfaat dari arsitektur benteng Arab Islam dalam membangun banyak dari bentang-benteng di Cicilia dan Italia Selatan. Demikian pula selama berada di negeri Syam dia menjalankan hobinya memburu elang.
Ada dua fakta yang patut disimpulakan disini. Yang pertama bahwa sikap Frederick II dari peradaban Arab Islam merupakan tantangan yang besar bagi kekuatan Salib di Eropa pada waktu itu terutama oleh Kepausan yang pada gilirannya merupakan faktor utama bagi keputusan pelarangannya dari gereja yang dikeluarkan oleh Paus Gregory IX tahun 1227, 1228, dan 1239 Masehi. Frederick II menghadapi semua keputusan itu dengan gagah berani. Adapun yang kedua adalah Frederick II memainkan peran penting dalam pemindahan banyak daro pencapaian-pencapaian peradaban Arab Islam ke negerinya dank e seluruh penjuru Eropa, sebagai pembuka jalan bagi era kebangkitan Eropa moderen yang pada dasarnya meluncur dari negerinya pada abad kelimabelas Masehi. Frederick II sendiri merupakan salah satu ksatria kebangkitan tersebut walau dia datang dua abad sebelum kemunculan kebangkitan itu.
Frederick II wafat tahun 1250 Masehi dan dimakamkan di Katedral Palermo di samping dua ibu bapaknya. Jasadnya dikafani dengan kain kafan buatan Arab. Di sampingnya terletak sebuah pedang yang disarung dengan sarung buatan Arab. Itulah keajaiban dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar