Rabu, 13 Februari 2013

Di antara rahasia-rahasia Al Qur’an Al Karim

          Allah Ta’ala berfirman: {Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah}.[1]
          Ayat di atas adalah ayat 7 surat Al Hasyr. Surat ini terdiri dari 24 ayat setelah basmalah, termasuk golongan surat-surat Madaniyyah. Dinamai Al Hasyr artinya (Pengusiran) diambil dari perkataan Al Hasyr yang terdapat pada ayat 2 surat ini. Di dalam surat ini disebutkan kisah pengusiran suatu suku Yahudi yang bernama Bani Nadhir yang berdiam di sekitar kota Madinah ke negeri Syam oleh Rasulullah s.a.w. walau sekelompok dari mereka berlindung ke daerah Khaiber di sebelah utara Madinah.
Pokok-pokok isinya:
1-    Keimanan: Apa yang ada di langit dan di bumi semuanya bertasbih memuji Allah: Allah pasti mengalahkan musuh-Nya dan musuh-musuh Rasul-Nya, Allah mempunyai Asma’ulhusna, dan keagungan Al Qur’an dan ketinggian martabatnya.
2-   Hukum-hukum: Cara pembagian harta fai-i, perintah bertakwa dan menyiapkan diri untuk kehidupan ukhrawi.
3-   Dan lain-lain: Beberapa sifat orang-orang munafik dan orang-orang ahli kitab yang tercela, dan peringatan-peringatan untuk kaum muslimin.

Surat Al Hasyr berkisar sekitar perang Bani Nadhir yang berlangsung pada bulan Rabi’ulawal tahun keempat Hijriah yang bertepatan dengan bulan Agustus tahun 635 Masehi, pengusiran mereka dari semenanjung Arab, pembongkaran perencanaan mereka, dan perilaku orang-orang munafik dari orang-orang kafir dan musyrik yang bekerjasama dengan mereka. Pada waktu yang sama surat ini memuji persaudaraan Islam yang diperlihatkan oleh orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar, yang merupakan suri teladan sampai kini. 
Demikian pula surat ini menjelaskan hukum-hukum pembagian harta fai-i, perintah Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk bertakwa kepada-Nya, tunduk kepada perintah-perintah-Nya, terus-menerus bertafakur tentang penciptaan-Nya.
Surat ini menegaskan perlunya setiap mu’min menyiapkan diri untuk beralih dari kehidupan duniawi ke kehidupan ukhrawi, perlunya terus-menerus bertahmid, bertasbih, meluputkan-Nya dari seluruh sifat ciptaan-Nya, dan dari seluruh sifat yang tidak layak bagi keagungan-Nya. Oleh karena itu surat ini menjelaskan beberapa Asma’ulhusna (nama-nama Allah yang agung).
Dalam artikel ini kita fokus pada hikmah dari perintah Allah untuk mengikuti sunnah Rasulullah s.a.w., khususnya di zaman yang penuh dengan ragam fitnah seperti sekarang, yang di dalamnya orang-orang kafir dan musyrik terus-menerus menikam martabat Nabi kita Muhammad s.a.w. dan dakwahnya.
          Di antara mu’jizat dalam perintah mengikuti sunnah Rasulullah s.a.w.:
Di antara dasar-dasar Islam: Akidah yang sahih, ibadah yang benar, akhlak yang mulia, dan perilaku yang baik. Allah Ta’ala telah ajarkan itu kepada Adam a.s. pada waktu penciptaannya lalu Adam telah ajarkan itu kepada anak cucunya, maka umat manusia hidup selama sepuluh abad antara nabi Adam a.s. dan nabi Nuh a.s. dalam ketauhidan dengan menyembah Allah Tuhan Yang Mahaesa. Hal itu berangkat dari sabda Rasulullah s.a.w.: (Jarak waktu antara Adam dan Nuh adalah sepuluh abad, semuanya membawa syari’at Allah).[2]
Ibnu Abbas r.a. meriwayatkan: (Orang-orang saleh dari kaum Nuh ketika mereka meninggal dunia, setan membisikkan kepada kaum mereka agar mereka membuat patung-patung orang-orang saleh itu di tempat-tempat dimana mereka dahulu mengadakan pertemuan-pertemuan dan agar mereka menamai patung-patung itu dengan nama-nama mereka, lalu mereka melakukannya, namun patung-patung itu pada waktu itu tidak disembah, sehingga ketika mereka meninggal dunia dan ilmu terhapus barulah patung-patung itu disembah).[3]
Tatkala persembahan berhala meluas dalam kaum Nuh, Allah Ta’ala mengutus nabi Nuh a.s. kepada mereka agar mereka kembali kepada ketauhidan, tetapi tidak ada yang menerima ajakannya kecuali sedikit sekali. Tatkala Nuh a.s. putus asa dari menghidayahkan mereka, maka dia berdoa kepada Allah Ta’ala, lalu Allah menghukum mereka dengan angin topan, dan selamatlah Nuh dan orang-orang yang beriman bersamanya.
Dari keturunan mereka datanglah kaum ‘Ad yang membawa ketauhidan kemudian kaum setan menggoda mereka lalu mereka syirik kepada Allah dan menyembah patung dan berhala, maka Allah Ta’ala mengutus kepada mereka hamba-Nya dan nabi-Nya Huud yang mengajak mereka kepada ketauhidan tetapi tidaklah beriman bersamanya kecuali sedikit, kemudian Allah Ta’ala menghukum mereka dengan angin berpasir. Allah Ta’ala menyelamatkan nabi-Nya Huud dan orang-orang yang beriman bersamanya.
Kemudian setelah itu datanglah dari keturunan anak cucu mereka kaum Tsamud yang hidup dalam ketauhidan lalu kaum setan menggoda mereka sehingga mereka syirik kepada Allah dan menyembah patung dan berhala, maka Allah Ta’ala menghukum mereka dengan halilintar yang membinasakan mereka dan menyelamatkan hamba-Nya dan nabi-Nya Saleh dan orang-orang yang beriman bersamanya.
Kemudian dari keturunan mereka datanglah kaum Tsaqif yang hidup dalam ketauhidan lalu kaum setan menggoda mereka sehingga mereka syirik kepada Allah dan menyembah patung, berhala, bintang, dan planet.
Demikianlah keberadaan manusia sepanjang masa silih berganti dari masa keimanan kemudian ke masa kekafiran, dari masa ketauhidan kemudian ke masa kesyirikan, dan dari masa berjalan di jalan Allah kemudian ke masa keluar dari jalan Allah, karena setan selalu menggoda umat manusia. Demikianlah keberadaan mereka sejak permulaan penciptaan Adam hingga hari kimat. Oleh karena itu Allah Ta’ala mengutus nabi-nabi-Nya dan rasul-rasul-Nya untuk menunjukkan jalan hidayah kepada umat manusia.
Tentang hal itu Allah Ta’ala berfirman: {Dan tidak ada suatu umatpun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan}.[4]
Dalam riwayat Abu Umamah r.a., berkatalah Abu Dzarr: (Aku bertanya: Hai Rasulullah Berapakah jumlah nabi-nabi? Rasulullah s.a.w. menjawab: Seratus dua puluh empat ribu nabi, di antara mereka tiga ratus limabelas rasul).[5]
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Dzarr Al Ghifari r.a. bahwasanya dia berkata: (Aku datang kepada Rasulullah s.a.w. lalu aku bertanya: Hai Rasulullah, nabi siapakah yang bertama? Rasulullah s.a.w. menjawab: Adam. Kemudian dia berkata: Aku bertanya: Hai Rasulullah, berapakah jumlah para rasul? Rasulullah s.a.w. menjawab: Tiga ratus limabelas rasul).[6]  
Teks-teks dari ayat-ayat Al Qur’an Al Karim dan Sunnah Nabi itu menegaskan bahwa hidayah Allah telah diturunkan di atas muka bumi selama ribuan tahun dengan perantaraan ribuan nabi dan ratusan rasul. Untuk itu harus ada penutupan bagi wahyu Allah yang terbentuk dalam Al Qur’an Al Karim dan Sunnah sang penutup para nabi dan rasul Nabi. Oleh karena itu Allah Ta’ala berjanji untuk memelihara keduanya lalu terpeliharalah keduanya selama lebih dari empatbelas abad dalam bahasa yang sama sejak diturunkan yaitu bahasa Arab, dan Allah berjanji untuk memelihara risalah yang terakhir ini sampai hari kiamat sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: {Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya}.[7]
Dan Allah Ta’ala berfirman: {Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu}.[8]
Dengan pemaparan sejarah umat manusia di atas muka bumi, maka kita temui bahwa masa-masa kedaulatan kenabian dan ketaatan manusia kepada agama Allah merupakan masa-masa hidayah Allah di tengah kegelapan umat manusia yang panjang, seolah-olah manusia tidak mengambil pelajaran dari pengalaman panjang yang berlangsung selama puluhan ribu tahun.
Setelah kerja keras 124.000 nabi dan turun 315 risalah samawi, maka mulailah seluruh penduduk bumi kehilangan kontak mereka dengan hidayah sang pencipta mereka, sehingga diturunkanlah risalah terakhir kepada Rasulullah s.a.w. sang penutup para nabi dan rasul dalam bentuk Al Qur’an Al Karim, dan Sunnah Nabi yang menerangkan tiang-tiang agama yang disampaikan dalam Al Qur’an, menerangkan tata cara penerapannya dalam kenyataan kehidupan manusia, merincinya kepada mereka, dan meneguhkannya ke dalam hati, akal, dan aktifitas mereka.
Oleh karena itu maka perintah Allah Ta’ala untuk memelihara Sunnah Nabi dan menjadikannya sebagai salah satu kemestian agama merupakan salah satu sisi dari mu’jizat Al Qur’an Al Karim, karena Sunnah Nabi menerangkan banyak dari ketetapan-ketetapan yang disampaikan dalam Al Qur’an Al Karim dan menafsirkan ayat-ayatnya.
Dalam banyak kesempatan Rasulullah s.a.w. bersabda tentang perlunya pemeliharaan Sunnah Nabi, di antaranya:
Rasulullah s.a.w. bersabda: (Hendaknya kamu mengikuti sunnahku dan sunnah khulafa Ar Rasyidin dan Al Muhtadin).[9]  dalam banyak kesempatan tentang perlunya pemeliharaan Sunnah Nabi, di antaranya:
Sabdanya: (Aku meninggalkan dua perkara yang tidak akan kamu sesat jika kamu pegang baik keduanya yaitu Kitabullah dan Sunnahku).[10]
Sabdanya: (Tiap-tiap umatku akan masuk surga kecuali barangsiapa yang enggan. Mereka bertanya: Hai Rasulullah: Siapakah yang enggan. Rasulullah s.a.w. menjawab: Barangsiapa yang taat kepadaku maka dia masuk surga, dan barangsiapa yang membangkang kepadaku maka dia enggan).[11]
Rasulullah s.a.w. bersabda kepada Abdullah bin Amru: (Tulislah tentangku maka demi jiwaku yang berada di tangan-Nya tidaklah keluar dari mulutku kecuali kebenaran).[12]



[1] Surat Al Hasyr: 7
[2] Hadis riwayat Al Hakim dalam Al Mustadrak.
[3] Hadis riwayat Bukhari.
[4] Surat Faathir: 24
[5] Hadis masnad Imam Ahmad
[6] Hadis riwayat Al Ahmad.
[7] Surat Ak Hijr: 9
[8] Surat Al Maa-idah: 3
[9] Hadis riwayat Abu Daud, Tarmizi, Ibnu Majjah, dan Ahmad.
[10] Hadis riwayat Malik dan Baihaqi.
[11] Hadis riwayat Bukhari dan Ahmad.
[12] Hadis riwayat Abu Daud dan Ahmad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar