Rabu, 13 Februari 2013

Islam Dan Pedang

Buku Al Faridhah Al Ghaibah (Fardhu Yang Gaib) adalah karangan Insinyur Listrik Muhammad Abdussalam Faraj, terdakwa kelima kasus pembunuhan Presiden Anwar Sadat dan salah seorang yang dipidana mati.    
Menurut ukuran “tingkat ilmu pengetahuan” atau “seni penulisan” maka buku tersebut tidak akan naik ke derajat yang berhak diapresiasi dan dibicarakan. Namun patut diakui bahwa tingkat dan seni penulisan seperti itu menjadi penggerak utama dan penyuluh paling efektif bagi kaum muda muslim di seluruh penjuru dunia Islam untuk meluncur dengan semangat mati syahid lalu menciptakan peristiwa-peristiwa yang lebih banyak berpengaruh pada sejarah ketimbang pengaruh ilmu yang diraih hari ini oleh kaum ilmuwan.
Konsep “jihad itu wajib” yang disampaikan dalam buku itu adalah jihad melawan musuh-musuh yang dekat dengan kaum kafir. Mereka adalah para penguasa negara-negara Islam.
Dalam kaitannya dengan konsep “jihad”, buku itu mengadopsi pemahaman yang membatasi makna “jihad” pada “peperangan”.  Pembatasan itu menyempitkan makna “jihad” karena para pemikir muslim selalu mengartikan jihad secara bahasa dengan makna “mencurahkan segenap kemampuan dan bersungguh-sungguh memerangi musuh, dalam bermacam bidang dan berbagai jenis musuh, mulai dari pemikiran, materi, sampai pada peperangan, mulai dari musuh-musuh yang nampak, perang lawan hawa nafsu, dan perang lawan godaan setan. Semua itu termasuk makna “jihad”. Demikian pula makna jihad secara syar’i, lebih luas dari sekedar berperang, bertempur dan bertikai, mencakup seluruh seruan kepada agama yang hak, atau perang melawan orang-orang kafir yang tidak terikat perjanjian untuk meninggikan kalimatullah.
Bertolak dari pembatasan makna “jihad” pada “peperangan” itulah maka pendapat “Sesungguhnya Islam itu disebarluaskan dengan pedang” diadopsi dan dibela mati-matian oleh buku itu.
Buku Al Faridhah Al Ghaibah berbicara tentang “ayat pedang” dengan mengatakan bahwa “ayat pedang” itu telah menasakhkan seluruh ayat-ayat “kesabaran, pemaafan, dan pengampunan, tetapi buku itu mengabaikan bahwa “ayat pedang” tersebut diturunkan dalam kaitannya dengan orang-orang musyrikin.
Allah Ta’ala berfirman: {Apabila sudah habis bulan-bulan haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian}.[1]
Yang dimaksud dengan bulan haram disini ialah: masa empat bulan yang diberi tangguh kepada kaum musyrikin itu, yaitu mulai tanggal 10 Zulhijjah (hari turunnya ayat ini) sampai dengan 10 Rabi'ul akhir, oleh karena itu maka “ayat pedang” tersebut tidak layak diterapkan terhadap orang-orang yang diseru oleh buku itu untuk diperangi sekarang yaitu para penguasa masyarakat muslimin karena para penguasa itu bukanlah orang-orang musyrikin bahkan dengan logika buku tersebut sekalipun. Maka mati syahid disini tidak pada tempatnya. Apalagi ketika menyerukan untuk berjihad melawan para penguasa masyarakat muslimin, buku itu memasukkan mereka ke dalam golongan orang-orang yang keluar dari ajaran Islam dan orang-orang yang menolak untuk membayar zakat sebagaimana terjadi pada era Khalifah Abu Bakar Siddik.      
Para penguasa masyarakat muslimin itu bukanlah orang-orang musyrikin sehingga kita harus mati syahid memerangi mereka dan memerangi orang-orang yang seperti mereka dengan ayat pedang.
Buku itu mengritik pendapat Al Suyuti yang mengatakan: “Sesungguhnya ayat pedang itu tidak menasakhkan ayat: {Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya}.[2]
Dalam hal ini kebenaran berpihak kepada Al Suyuti dan tidak ada ruang untuk mengritiknya, karena ayat pedang itu diturunkan dalam kaitannya dengan orang-orang musyrikin sedang ayat {Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka} itu diturunkan dalam kaitannya dengan ahli kitab.
Allah Ta’ala berfirman: {Apakah kamu menghendaki untuk meminta kepada Rasul kamu seperti Bani Israil meminta kepada Musa pada jaman dahulu? Dan barangsiapa yang menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus. Sebahagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu}.[3]
Konteks ayat pedang dan ayat {Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka} berbeda, sebab nuzulnya kedua ayat itu berbeda, dan orang-orang yang dimaksud dalam kedua ayat itu juga berbeda.
Lebih dari itu sesungguhnya hubungan antara Islam dan kaum muslimin dari generasi pertama dengan peperangan, peperangan , pertikaian bersenjata, dan penggunaan peralatan senjata, adalah sesuatu yang butuh penjelasan.
Generasi kaum muslimin pertama telah menjalani kehidupan mereka di Makkah selama tigabelas tahun dalam keadaan lemah. Maka wajarlah jika peperangan merupakan sesuatu yang tidak mungkin ada dalam penugasan Allah Ta’ala kepada Nabi-Nya dan kepada orang-orang yang beriman pada periode pra hijrah dari Makkah ke Madinah. Ayat-ayat dan surat-surat Makkiyyah menjadi saksi atas itu.
Tentang itu Allah Ta’ala berfirman: {Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan}.[4]
Maksudnya: Perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan kaum musyrikin yang tidak baik itu hendaklah dihadapi oleh Nabi dengan yang baik, umpama dengan memaafkannya.
Dan firman-Nya: {Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?" Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar}.[5]
Bahkan di Madinah Al Munawarah pasca hijrah dan pada permulaan berdirinya negara Islam, seluruh ayat-ayat Al Qur’an Al Karim memastikan perlunya jihad tanpa perang dalam kaitannya dengan perseteruan antara orang-orang yang beriman dan orang-orang musyrikin. Dengan demikian Islam menjadi sebuah entitas yang berbeda, dan entitas ini menjadikan Madinah sebagai tempat vital yang penduduknya bebas berdakwah kepada agama yang baru. Dalam suasana seperti itu dan walau tahap “lemah” bagi kaum muslimin telah berakhir, kita dapati Allah Ta’ala berfirman kepada Rasul-Nya: {Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik. Dan biarkanlah aku (saja) bertindak terhadap orang-orang yang mendustakan itu, orang-orang yang mempunyai kemewahan dan beri tangguhlah mereka barang sebentar}.[6]
Bahkan tatkala orang-orang Yahudi melanggar janji-janji mereka dan mengkhianati perjanjian-perjanjian mereka sekalipun, Allah Ta’ala tetap menurunkan firman-Nya dengan ayat {Maka ma'afkanlah mereka dan biarkanlah mereka}: {(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merobah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik}.[7]
Tetapi hijrah ke Madinah dan berakhirnya tahap “lemah” pada diri kaum muslimin, telah disertai oleh suatu perkembangan penting dalam peralatan perang yang diizinkan oleh Allah Ta’ala bagi kaum muslimin melawan musuh-musuh mereka. Dengan peralatan perang itu dan dengan negara yang mereka dirikan di Madinah, sesungguhnya mereka mampu melewati tahap “memaafkan mereka, biarkan mereka, dan berbuat baik kepada mereka”. Kemudian Allah Ta’ala menghalalkan kepada mereka untuk bangkit berperang melawan musuh-musuh mereka, dengan memakai peralatan yang lebih canggih. Tatkala Rasulullah s.a.w. hijrah dari Makkah ke Madinah, Allah Ta’ala menurunkan firman-Nya dengan ayat-ayat yang berbicara tentang berperang dalam memenangkan yang hak atas yang batil, atas hak orang-orang yang dianiaya yang dikeluarkan dari kampung halaman oleh orang-orang yang menganiaya.
Tentang hal itu Allah Ta’ala berfirman: {Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari nikmat. Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, 40. (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan Kami hanyalah Allah". Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa}.[8]
Para ahli tafsir berpendapat bahwa ayat-ayat di atas, yang diturunkan bertepatan waktunya dengan selesainya periode hijrah, sesungguhnya telah memberikan “izin” kepada kaum muslimin untuk “berperang”, walau seorang pemerhati tidak akan menemui dari ayat-ayat itu sesuatu yang lebih dari sekedar “izin” kepada “berperang” melawan kaum musuh.
Dari tahun pertama sampai tahun ketujuh Hijriah, yaitu tahun penandatanganan perjanjian damai Hudaibiah yang di antara pasal-pasalnya terdapat pasal tentang “umrah tertunda”, sesungguhnya kaum muslimin menyaksikan lebih dari duapuluh perang, namun peperangan mereka itu selama tujuh tahun berdasarkan “izin” Allah kepada orang-orang yang dianiaya dalam kaitannya dengan penggunaan peralatan perang yang sesuai dalam rangka menghadapi orang-orang yang menganiaya yang mengeluarkan mereka dari kampung halaman mereka.
Pada tahun ketujuh Hijriah dan tatkala kaum muslimin sedang bersiap-siap untuk pergi dari Madinah ke Makkah untuk menunaikan “umrah tertunda”, sesuai dengan perjanjian damai Hudaibiah yang mereka tandatangani dengan kaum Quraisy pada tahun sebelumnya, waktu itu kaum muslimin mulai merasa khawatir pada pengkhianatan orang-orang musyrikin terhadap mereka ketika mereka menunaikan manasik umrah, padahal mereka akan masuk ke Makkah untuk menunaikan umrah, tanpa membawa senjata kecuali senjata untuk bepergian, lebih dari itu mereka berada di dalam bulan-bulan yang diharamkan untuk berperang dan tempatnya adalah tanah haram yang tidak boleh berperang di dalamnya.
        Di depan kekhawatiran kaum muslimin dari pengkhianatan dan pelanggaran orang-orang musyrikin terhadap perjanjian Hudaibiah, Allah Ta’ala menurunkan firman-Nya dengan ayat-ayat-Nya yang “mengizinkan” untuk “berperang”, jika orang-orang musyrikin telah melanggar perjanjian mereka, maka segera setelah itu Allah Ta’ala meminta dari kaum muslimin untuk berperang melawan musuh-musuh mereka dari orang-orang musyrikin. Walaupun “pembalasan” itu berlangsung di bulan haram.
Tentang hal itu Allah Ta’ala berfirman: {Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di masjidilharam, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir. Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim. Bulan Haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishaash. Oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa}.[9]
Lantaran agresi orang-orang musyrikin, pelanggaran mereka terhadap perjanjian yang telah mereka ikat, dan penghalalan mereka pada kecusian bulan haram dan tanah haram, maka kaum muslimin harus berperang melawan orang-orang yang mengeluarkan mereka dari kampung halaman mereka dan bekerja keras untuk memfitnah mereka dari agama mereka, tanpa takut akan bulan haram dan tanah haram, karena sesuatu yang patut dihormati itu berlaku hukum qishash, dan di dalam qishash itu terdapat kehidupan bagi orang-orang yang berakal. Semua itu adalah suatu “izin”, yang tidak diterapkan dalam alam nyata, dimana umrah tertunda itu akhirnya berlangsung tanpa pengkhianatan dan tanpa pertempuran.
Bahkan kita cermati bahwa ayat-ayat “perang” dalam surat At Taubah, yang dianggap oleh sebagian orang sebagai ayat-ayat yang mensyariatkan penyebaran Islam dengan pedang dan oleh karena itulah maka surat At Taubah tidak didahului dengan “basmalah”, memerintahkan kaum muslimin untuk memerangi orang-orang yang melanggar perjanjian dan mengkhianati janji, bukan orang-orang yang berlaku lurus walau mereka sesungguhnya orang-orang musyrikin.
Sesungguhnya ayat-ayat itu untuk menanamkan motivasi ke dalam jiwa kaum muslimin yang diusir dari kampung halaman mereka, agar mereka dapat kembali ke kampung halaman mereka, agar orang-orang yang melanggar perjanjian memperoleh ganjaran dan balasan, dan agar dakwah Islam diselamatkan dari pengkhianatan oleh orang-orang yang melanggar perjanjian. Karena sesungguhnya tidak ada suatu kekerasan yang tidak berhubungan dengan permusuhan dan tidak ada pula penyebaran agama dengan jalan “perang”.
Tentang hal itu Allah Ta’ala berfirman: {(Inilah pernyataan) pemutusan hubungan dari Allah dan Rasul-Nya (yang dihadapkan) kepada orang-orang musyrikin yang kamu (kaum muslimin) telah mengadakan perjanjian (dengan mereka). Maka berjalanlah kamu (kaum musyrikin) di muka bumi selama empat bulan dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat melemahkan Allah, dan sesungguhnya Allah menghinakan orang-orang kafir. Dan (inilah) suatu permakluman daripada Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin. Kemudian jika kamu (kaum musyrikin) bertobat, maka bertaubat itu lebih baik bagimu; dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak dapat melemahkan Allah. Dan beritakanlah kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa. Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui. Bagaimana bisa ada perjanjian (aman) dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin, kecuali orang-orang yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) di dekat Masjidilharaam, maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa}.[10]
Dan firman-Nya: {Jika mereka merusak sumpah (janji)nya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang (yang tidak dapat dipegang) janjinya, agar supaya mereka berhenti. Mengapakah kamu tidak memerangi orang-orang yang merusak sumpah (janjinya), padahal mereka telah keras kemauannya untuk mengusir Rasul dan merekalah yang pertama mulai memerangi kamu?. Mengapakah kamu takut kepada mereka, padahal Allah-lah yang berhak untuk kamu takuti, jika kamu benar-benar orang yang beriman. Perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman. Dan menghilangkan panas hati orang-orang mukmin. Dan Allah menerima taubat orang yang dikehendaki-Nya. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana}.[11]
Walau sebab turunnya ayat-ayat perang itu dikelilingi kedewasaan situasi politik dalam rangka penaklukan Makkah oleh kaum muslimin, yaitu penaklukan yang dicerminkan oleh kembalinya kaum muhajirin ke kampung halaman yang mereka diusir darinya secara paksa, dan tersedianya persyaratan untuk mengamankan dakwah Islam dan menjamin kebebasan dakwahnya di Jazirah Arab, namun demikian perintah ilahi untuk berperang dalam surat At Taubah dan ayat pedang tetap ditentukan oleh pandangan dasar Islam yaitu “tidak ada permusuhan kecuali terhadap orang-orang yang menyerang, orang-orang yang menganiaya, orang-orang yang melanggar perjanjian. Hal itu tidaklah aneh bagi kaum muslimin karena berperang itu bukanlah tujuan bagi Islam dan bukan pula tujuan bagi kaum muslimin, namun sebagai suatu jalan untuk melepaskan cengkraman kezaliman terhadap orang-orang yang lemah, yang hidup dalam penindasan orang-orang yang zalim.
Tentang hal itu Allah Ta’ala berfirman: {Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!". Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah}.[12]
Negeri yang zalim penduduknya adalah Makkah sebelum penaklukan.

Yaitu berperang di jalan Allah untuk membebaskan orang-orang yang lemah, dan kaum muslimin berhadapan dengan Thagut yaitu kezaliman, permusuhan, dan pelampauan batas oleh orang-orang musyrikin.
Lebih dari itu bahwa ayat pedang itu diturunkan dalam kaitannya dengan orang-orang musyrikin yang melanggar perjanjian, yang memfitnah kaum muslimin dari agama mereka padahal fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan, dan yang mengusir mereka dari kampung halaman mereka. Maka ayat pedang itu dikhususkan bagi mereka yang memiliki sfat-sifat tersebut.



[1] Surat At Taubah: 5
[2] Surat Al Baqarah: 109
[3] Surat Al Baqarah: 108-109
[4] Surat Ak Mu’minuun: 96
[5] Fushshilat: 33-35
[6] Surat Al Muzzammil: 10-11
[7] Surat Al Maa-idah: 13
[8] Surat Al Hajj: 38-40
[9] Surat Al Baqarah: 190-194
[10] Surat At Taubah: 1-7
[11] Surat At Taubah: 12-15
[12] Surat An Nisaa’: 75-76

1 komentar:

  1. IMAM MAHDI MENYERU:
    BENTUKLAH PASUKAN FI SABILILLAH DISETIAP DESA
    SAMBUTLAH UNDANGAN GUBERNUR MILITER ISLAM

    Untuk para Rijalus Shaleh dimana saja kalian berada,
    bukankah waktu subuh sudah dekat? keluarlah dan hunuslah senjata kalian.

    Firman Allah: at-Taubah 38, 39
    Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu jika dikatakan orang kepadamu: “Berperanglah kamu pada jalan Allah”, lalu kamu berlambat-lambat (duduk) ditanah? Adakah kamu suka dengan kehidupan didunia ini daripada akhirat? Maka tak adalah kesukaan hidup di dunia, diperbandingkan dengan akhirat, melainkan sedikit
    sekali. Jika kamu tiada mahu berperang, nescaya Allah menyiksamu dengan azab yang pedih dan Dia akan menukar kamu dengan kaum yang lain, sedang kamu tiada melarat kepada Allah sedikit pun. Allah Maha kuasa atas tiap-tiap sesuatu.

    Firman Allah: al-Anfal 39
    Dan perangilah mereka sehingga tidak ada fitnah lagi, dan jadilah agama untuk Allah.

    Peraturan dan undang-undang ciptaan manusia itu adalah kekufuran, dan setiap kekufuran itu disifatkan Allah sebagai penindasan, kezaliman, ancaman, kejahatan dan kerusakan kepada manusia di bumi.

    Allah Memerintahkan Kami untuk menghancurkan dan memerangi Pemerintahan dan kedaulatan Sekular-Nasionalis-Demokratik-Kapitalis yang mengabdikan manusia kepada sesama manusia karena itu adalah FITNAH

    Firman Allah: al-Hajj 39, 40
    Telah diizinkan (berperang) kepada orang-orang yang diperangi, disebabkan mereka dizalimi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa untuk menolong mereka itu. Iaitu
    orang-orang yang diusir dari negerinya, tanpa kebenaran, melainkan karena mengatakan: Tuhan kami ialah Allah

    Firman Allah: an-Nisa 75
    Mengapakah kamu tidak berperang di jalan Allah untuk (membantu) orang-orang tertindas. yang terdiri daripada lelaki, perempuan-perempuan dan kanak-kanak .
    Dan penindasan itu lebih besar dosanya daripada pembunuhan(al-Baqarah 217)

    Firman Allah: at-Taubah 36, 73
    Perangilah orang-orang musyrik semuanya sebagai mana mereka memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahawa Allah bersama orang-orang yang taqwa. Wahai Nabi! Berperanglah terhadap orang-orang kafir dan munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka.

    Firman Allah: at-Taubah 29,
    Perangilah orang-orang yang tidak beriman, mereka tiada mengharamkan apa yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya dan tiada pula beragama dengan agama yang benar, (iaitu) diantara ahli-ahli kitab, kecuali jika mereka membayar jizyah dengan tangannya sendiri sedang mereka orang yang tunduk..

    Bentuklah secara rahasia Pasukan Jihad Perang setiap Regu minimal dengan 3 Anggota maksimal 12 anggota per desa / kampung.
    Siapkan Pimpinan intelijen Pasukan Komando Panji Hitam secara matang terencana, lakukan analisis lingkungan terpadu.

    Apabila sudah terbentuk kemudian Daftarkan Regu Mujahid
    ke Markas Besar Angkatan Perang Pasukan Komando Bendera Hitam
    Negara Khilafah Islam Ad Daulatul Islamiyah Melayu

    Mari Bertempur dan Berjihad dalam Naungan Pemerintah Khilafah Islam, berpalinglah dari Nasionalisme (kemusyrikan)

    Masukan Kode yang sesuai dengan Bakat Karunia Allah yang Antum miliki.

    301. Pasukan Bendera Hitam
    Batalion Pembunuh Thogut / Tokoh-tokoh Politik Musuh Islam

    302. Pasukan Bendera Hitam Batalion Serbu
    - ahli segala macam pertempuran
    - ahli Membunuh secara cepat
    - ahli Bela diri jarak dekat
    - Ahli Perang Geriliya Kota dan Pegunungan

    303. Pasukan Bendera Hitam Batalion Misi Pasukan Rahasia
    - Ahli Pelakukan pengintaian Jarak Dekat / Jauh
    - Ahli Pembuat BOM / Racun
    - Ahli Sandera
    - Ahli Sabotase

    304. Pasukan Bendera Hitam
    Batalion Elit Garda Tentara Khilafah Islam

    305. Pasukan Bendera Hitam Batalion Pasukan Rahasia Cyber Death
    - ahli linux kernel, bahasa C, Javascript
    - Ahli Gelombang Mikro / Spektrum
    - Ahli enkripsi cryptographi
    - Ahli Satelit / Nuklir
    - Ahli Pembuat infra merah / Radar
    - Ahli Membuat Virus Death
    - Ahli infiltrasi Sistem Pakar

    email : seleksidim@yandex.com atau
    email : angsahitam@inbox.com

    BalasHapus